Studi Kelayakan Gelatin
STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI GELATIN DARI KULIT SPLIT
MOHAMAD IHSANUR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………………………… 3
DAFTAR TABEL …………………………………………………… 6
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… 7
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… 8
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG …………………………………… 10
B. TUJUAN PENELITIAN…………………………………… 11
C. RUANG LINGKUP ……………………………………… 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KULIT SPLIT ……………………………………………… 12
B. GELATIN ………………………………………………….. 14
C. STUDI KELAYAKAN ……………………………………. 17
1. Aspek Pasar dan Pemasaran ………………………17
2. Aspek Teknis dan Teknologis …………………17
3. Aspek Manajemen dan Organisasi …………18
4. Aspek Legal Yuridis …………………………………… 18
5. Aspek Lingkungan …………………………………….. 18
6. Aspek Finansial dan Ekonomi …………………19
III. METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………… 20
B. PENGUMPULAN DATA …………………………………. 20
C. ANALISIS DATA …………………………………………. 22
1. Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran ………………… 22
2. Analisis Aspek Teknis dan Teknologis ……………….. 24
3. Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi …………. 24
4. Analisis Aspek Legal Yuridis …………………………. 26
5. Analisis Aspek Lingkungan …………………………… 27
6. Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi ………………. 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN …………………… 31
1. Potensi Pasar …………………………………………… 31
2. Derajat Persaingan Struktur Pasar …………………... 33
3. Pangsa Pasar …………………………………………… 35
4. Strategi Bauran Pemasaran …………………………… 36
a. Strategi produk ……………………………………. 36
b. Strategi harga ……………………………………… 40
c. Strategi distribusi …………………………………. 42
d. Strategi promosi …………………………………… 43
B. ASPEK TEKNIS TEKNOLOGIS ………………………… 43
1. Bahan Baku ……………………………………………. 44
a. Ketersediaan bahan baku …………………………. 44
b. Harga ……………………………………………….. 44
c. Persentase rendemen ……………………………… 44
d. Kualitas gelatin …………………………………….. 45
2. Lokasi Perusahaan ……………………………………. 45
3. Lokasi Perusahaan …………………………………….. 47
4. Teknologi Proses ………………………………………. 48
5. Tata letak pabrik ………………………………………. 52
C. ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI …………… 57
1. Kebutuhan Tenaga Kerja …………………………….. 57
2. Struktur Organisasi …………………………………… 57
3. Deskripsi Tugas ……………………………………….. 59
D. ASPEK LEGAL YURIDIS ……………………………….. 62
1. Bentuk Usaha …………………………………………... 62
2. Prosedur Perizinan ……………………………………. 62
3. Perpajakan …………………………………………….. 65
E. ASPEK LINGKUNGAN ………………………………….. 66
1. AMDAL ………………………………………………… 66
a. KA-ANDAL ………………………………………… 66
b. ANDAL …………………………………………….. 66
c. RKL dan RPL ……………………………………… 67
2. Potensi Limbah Gelatin ……………………………….. 68
F.ASPEK FINANSIAL DAN EKONOMI …………………. 68
1. Asumsi ………………………………………………….. 68
2. Sumber dana dan Struktur Pembiayaan …………….. 69
3. Biaya Investasi …………………………………………. 69
4. Harga dan Prakiraan Penerimaan …………………… 71
5. Proyeksi Laba Rugi ……………………………………. 72
6. Proyeksi Arus Kas …………………………………….. 72
7. Analisa Titik Impas ……………………………………. 73
8. Kriteria Kelayakan Investasi …………………………. 73
a. NPV ………………………………………………… 73
b. IRR …………………………………………………. 74
c. Net B/C ……………………………………………… 74
d. PBP …………………………………………………. 74
9. Analisa Sensitivitas …………………………………….. 75
10.Analisis Ekonomi ………………………………………. 76
V.KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ……………………………………………. 77
B. SARAN …………………………………………………….. 78
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 79
LAMPIRAN ………………………………………………………….. 84
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Impor Gelatin Indonesia tahun 1995-2001 ………………… 10
Tabel 2. Penyebaran Kolagen dalam Berbagai Jaringan Mamalia …. 13
Tabel 3. Sifat Gelatin Berdasarkan Tipe ……………………………. 16
Tabel 4. Standar Mutu Gelatin ……………………………………… 16
Tabel 5. Impor dan Ekspor Gelatin Indonesia 1998-2001 ………….. 32
Tabel 6. Nilai Kecermatan Hasil Perkiraan Potensi Pasar Gelatin
Menggunakan Software MINITAB 13 ……………………. 32
Tabel 7. Perusahaan Gelatin di Dunia ………………………………. 34
Tabel 8. Persentase Produksi Gelatin Berdasar Bahan Baku ……….. 38
Tabel 9. Aplikasi dan Fungsi Gelatin ………………………………. 39
Tabel 10. Harga Gelatin dan Proyeksi Penjualan ……………………. 42
Tabel 11. Kandungan Logam Gelatin Berbahan Baku Kulit Split …… 45
Tabel 12. Kebutuhan Bahan Baku dan Energi pada Proses Produksi .. 52
Tabel 13. Kebutuhan Ruang Produksi dan Alokasi Wilayah ………… 56
Tabel 14. Tabulasi Tenaga Kerja Langsung …………………………. 58
Tabel 15. Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja …………………….. 59
Tabel 16. Komposisi Biaya Investasi Tetap …………………………. 70
Tabel 17. Komposisi Modal Kerja Industri Gelatin …………………. 71
Tabel 18. Analisis Sensitivitas Terhadap Harga Bahan Baku
Harga Jual dan Biaya Investasi Tetap ……………………… 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Studi Kelayakan
Pendirian Industri Gelatin Berbahan Baku Kulit Split … 21
Gambar 2. Diagram Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran ……….. 24
Gambar 3. Diagram Analisis Aspek Teknis Teknologis ………….. 25
Gambar 4. Diagram Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi … 26
Gambar 5. Diagram Analisis Aspek Finansial ……………………. 30
Gambar 6. Grafik Akhir Data dan Hasil Prakiraan
Teknik Dua Tahap SES-1 dan SES-2 …………………. 33
Gambar 7. Perbandingan Konsumsi Gelatin Dunia,
Pangsa Pasar Gelatin Dunia, Potensi Pasar Gelatin
di Indonesia dan Kapasitas Produksi Perusahaan
Berdasar Struktur Pasar ……………………………….. 36
Gambar 8. Produk dan Kemasan Gelatin …………………………. 40
Gambar 9. Alur Proses Pembuatan Gelatin Tipe A Berbahan Baku
Kulit Split ……………………………………………… 50
Gambar 10. Neraca Massa Proses Produksi Gelatin Tipe A
Berbahan Baku Kulit Split …………………………….. 51
Gambar 11. Neraca Energi Proses Produksi Gelatin Tipe A
berbahan Baku Kulit Split …………………………….. 52
Gambar 12. Bagan Keterkaitan Aktivitas …………………………… 54
Gambar 13. Diagram Keterkaitan Kegiatan ……………………….. 45
Gambar 14. Alokasi Wilayah Ruang Produksi ……………………… 56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabulasi Kebutuhan Neraca Massa Proses
Produksi Gelatin …………………………………… 84
Lampiran 2. Tabulasi Kebutuhan Neraca Energi dan
Rincian Alat dan Mesin Proses Produksi ………… 86
Lampiran 3. Rincian Alat dan Mesin Evaporasi dan
Pengering Proses Produksi Gelatin ………………. 88
Lampiran 4. Pemilihan Metode Prakiraan Demand Gelatin
Menggunakan Software Minitab 13 for Windows.. 89
Lampiran 5. Struktur Organisasi Perusahaan ………………… 92
Lampiran 6. Angsuran Modal Investasi Tetap dan Modal
Kerja Industri Gelatin …………………………….. 93
Lampiran 7. Perincian Biaya Investasi Tetap, Nilai Sisa
dan Biaya Depresiasi Industri Gelatin …………… 94
Lampiran 8. Biaya Tenaga Kerja Industri Gelatin ……………. 97
Lampiran 9. Biaya Bahan Baku dan Bahan Pembantu ……….. 97
Lampiran 10. Biaya Operasional Industri Gelatin dari Kulit Split 98
Lampiran 11. Proyeksi Pendapatan Industri Gelatin……………. 98
Lampiran 12. Proyeksi Laba Rugi Industri Gelatin …………….. 99
Lampiran 13. Proyeksi Arus Kas Industri Gelatin ……………… 99
Lampiran 14. Perhitungan NPV, IRR, Net B/C dan PBP
Industri Gelatin ……………………………………. 100
Lampiran 15. Perhitungan Analisis Sensitivitas Kenaikan
Bahan Baku dan Bahan Pembantu 493 % ………. 100
Lampiran 16. Perhitungan Analisis Sensitivitas Kenaikan
Bahan Baku dan Bahan Pembantu 495 % ………. 101
Lampiran 17. Perhitungan Analisis Sensitivitas Penurunan
Harga Jual 10,76 % ……………………………….. 101
Lampiran 18. Perhitungan Analisis Sensitivitas Penurunan
Harga Jual 10,78 % ……………………………….. 102
Lampiran 19. Perhitungan Analisis Sensitivitas Kenaikan
Biaya Investasi 17,85 % …………………………… 102
Lampiran 20. Perhitungan Analisis Sensitivitas Kenaikan
Biaya Investasi 17,87 % …………………………… 103
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Industri
yang memanfaatkan gelatin sebagai bahan baku meliputi industri pangan,
farmasi, kesehatan, fotograpi, kosmetika dan teknik. Hal tersebut
menyebabkan permintaan terhadap gelatin menjadi tinggi. Permintaan
gelatin di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 2.772 ton.
Tingginya
permintaan gelatin tidak diimbangi dengan produksi gelatin lokal yang
memadai baik dari sisi mutu maupun jumlahnya. Hampir seluruh gelatin
yang digunakan di Indonesia adalah produk impor. Sejak tahun 1995, impor
gelatin dan produk berbahan baku gelatin di Indonesia cenderung
meningkat. Data impor gelatin disajikan pada tabel 1. Berdasarkan data
tersebut, rata-rata impor gelatin di Indonesia mengalami peningkatan
sekitar 15,37 %. Hal tersebut menunjukkan terdapat peluang yang besar
untuk didirikannya industri gelatin berskala besar di Indonesia.
Tabel 1. Impor Gelatin Indonesia tahun 1995-2001
NoTahunImpor Gelatin (kg)119952.010.322219962.861.207319972.244.801419982.647.985519992.773.741620003.418.383720014.291.579
Sumber : Biro Pusat Statistik (2003)
Peluang
tersebut didukung pula oleh tersedianya bahan baku untuk pembuatan
gelatin yang cukup besar. Gelatin dapat dibuat dari bahan baku kulit dan
tulang hewan (sapi, domba, pari, cucut, unggas dll.). Salah satu yang
potensial dijadikan bahan baku adalah kulit split. Berdasarkan data BPS
(2000), jumlah produksi kulit sapi bahan kerupuk (kulit split) pada
tahun 1999 sebesar 3.657 ton.
Peluang tersebut coba dimanfaatkan oleh
PT. XYZ Indonesia yang akan memperluas usahanya pada industri gelatin.
Industri gelatin perlu didirikan sebagai upaya peningkatan nilai tambah
dari bahan baku dan sebagai upaya pemenuhan permintaan gelatin.
Oleh
karena itu perlu dilakukan upaya studi kelayakan proyek industri
gelatin berskala besar di Indonesia. Menurut Husnan dan Suwarsono
(2000), perencanaan proyek industri atau studi kelayakan proyek secara
ringkas bertujuan menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu
besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan.
Studi
kelayakan pendirian industri gelatin meliputi analisis aspek pasar dan
pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, legal
yuridis, lingkungan, dan finansial serta ekonomi. Semua aspek yang
dikaji tersebut akan menentukan layak atau tidaknya industri gelatin
berbahan baku kulit split ini didirikan.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
dari penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri
gelatin berbahan baku kulit split. Kajian aspek pasar dan pemasaran,
teknis dan teknologis, manajemen dan organisasi, legal yuridis,
lingkungan, dan finansial serta ekonomi akan menentukan layak atau
tidaknya industri gelatin berbahan baku kulit split didirikan.
C. RUANG LINGKUP
Studi
pendirian industri gelatin meliputi beberapa aspek yang mempengaruhi
pendirian industri gelatin berbahan baku kulit split. Ruang lingkup
studi kelayakan ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis aspek
pasar dan pemasaran, analisis ini meliputi potensi pasar, derajat
persaingan struktur pasar, pangsa pasar dan bauran pemasaran.
2.
Analisis aspek teknis teknologis, analisis ini meliputi bahan baku,
lokasi, kapasitas produksi, teknologi proses dan tata letak pabrik.
3.
Analisis aspek manajemen dan organisasi, analisis ini meliputi
kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi dan deskripsi tugas.
4. Analisis aspek legal yuridis, analisis ini meliputi bentuk usaha, prosedur perizinan dan perpajakan.
5. Analisis aspek lingkungan, analisis ini meliputi AMDAL dan potensi limbah gelatin.
6.Analisis
aspek finansial dan ekonomi, analisis ini meliputi penentuan asumsi,
sumber dana dan struktur pembiayaan, biaya investasi, harga dan
prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisis
titik impas, kriteria kelayakan investasi dan analisis ekonomi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KULIT SPLIT
Secara
histologis kulit hewan dibagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan
epidermis, dermis (corium) dan subcutis (Purnomo, 1985). Lapisan dermis
(corium) adalah bagian pokok tenunan kulit yang diperlukan dalam
pembuatan gelatin karena lapisan ini sebagian besar (80%) terdiri dari
jaringan serat kolagen yang dibangun oleh tenunan pengikat
(Judoamidjojo,1974).
Setelah pengapuran, kulit dibelah menjadi
kulit bagian atas dan kulit bagian bawah. Kulit bagian atas digunakan
untuk membuat kulit samak. Kulit bagian bawah, disebut dengan kulit
split, digunakan untuk membuat gelatin (Goossens, 2002). Tabel
penyebaran kolagen dalam berbagai jaringan mamalia dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Penyebaran Kolagen dalam Berbagai Jaringan Mamalia
Jenis JaringanKolagen (%)Kulit89Tulang24Tendon85Aorta23Otot2Usus besar18Lambung23Ginjal 5Hati2
Sumber : Ward dan Courts (1977)
Kolagen
yang terkandung dalam kulit akan terputus jika terkena asam kuat dan
basa kuat dan akan mengalami transformasi dari bentuk uraian tidak larut
dan tidak tercerna menjadi gelatin dalam air panas (Lehninger, 1993).
B. GELATIN
Gelatin
merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan
penghubung, kulit, tulang dan tulang rawan yang dihidrolisis dengan
asam atau basa (Charley, 1982). Sumber utama bahan baku gelatin
komersial adalah tulang sapi, kulit sapi, kulit babi dan ikan (NOSB TAP
Review, 2002).
Pada produk pangan, gelatin banyak dimanfaatkan
sebagai bahan penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent),
pengikat (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier) dan
perekat (adhesive) (Poppe, 1992). Gelatin juga termasuk golongan
surfaktan (surface active agents) karena kemampuannya untuk menurunkan
tegangan antar muka (Suryani et al., 2000). Gelatin berguna dalam
industri fotografi dan pelapisan logam dalam industri elektroplating
(Ward dan Courts, 1977).
Penelitian tentang aplikasi gelatin
dalam bidang kosmetika antara lain pembuatan sabun mandi cair dengan
pengemulsi gelatin tipe B (Engko, 2002), aplikasi gelatin tipe A dari
kulit sapi pada produk hand and body (Mardhiah, 2002), aplikasi gelatin
tipe A dari kulit sapi pada produk krim tabir surya (sunscreen cream)
(Antony, 2002), aplikasi gelatin tipe A berbahan baku kulit sapi pada
produk susu pembersih (cleansing milk) (Haryati, 2002), aplikasi gelatin
tipe B sebagai bahan pengental produk sampo (Ismayanti, 2002), aplikasi
gelatin tipe B pada produk shower gel (Ningrum, 2002), aplikasi gelatin
tipe A sebagai bahan pengental dalam pembuatan skin lotion (Safira,
2003) dan aplikasi gelatin tipe A dari kulit sapi sebagai bahan
pengental (thickening agent) dalam formulasi deodorant roll-on
(Inugraha, 2003).
Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan
kedua proses ini terletak pada proses perendamannya (Pelu et al., 1998).
Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakukan perendaman
dalam larutan asam anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam
sulfit atau asam fosfat sehingga proses ini dikenal dengan sebutan
proses asam. Sedangkan untuk menghasilkan gelatin tipe B, perlakuan yang
diaplikasikan adalah perendaman dalam air kapur. Proses ini disebut
dengan proses alkali (Imeson, 1992).
Hal yang perlu diperhatikan
adalah gelatin harus ditangani secara higienis karena mudah terserang
mikroorganisme dan kemungkinan adanya penambahan atau adanya senyawa
lain yang dapat merusak gelatin seperti asam dan enzim proteolitik.
Enzim proteolitik merusak atau menguraikan protein gelatin sedangkan
asam dapat menggumpalkan protein sehingga fungsinya menjadi terganggu
(Ward dan Courts, 1977).
Menurut Hinterwaldner (1977), proses
produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap : 1) tahap persiapan
bahan baku, 2) tahap konversi kolagen menjadi gelatin dan 3) tahap
pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan.
Penggunaan
gelatin ditentukan oleh parameter-parameter atau sifat-sifat fisik,
kimia dan fungsional gelatin yang menjadikan gelatin sebagai karakter
yang unik (Jones, 1977). Gelatin memiliki titik leleh di bawah 37
0C. Hal tersebut berarti gelatin dapat meleleh di dalam mulut dan mudah
sekali larut (Poppe, 1992). Sifat-sifat gelatin tergantung dari
komposisi asam amino penyusunnya. Komposisi asam amino bervariasi
tergantung pada sumber kolagen, spesies hewan penghasil dan jenis
kolagen (Ward dan Courts, 1977).
Karakteristik utama yang dapat
menjelaskan perilaku gelatin sebagai sebuah produk komersial ditentukan
oleh beberapa parameter fisik dan kimia. Karakteristik utama tersebut
meliputi kekuatan gel, viskositas, kekuatan busa (foamibility), titik
lebur, warna dan aroma, konduktivitas dan pH (Rubin, 2002).
Dalam
penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri, ada beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin yaitu konsentrasi, berat
molekul, suhu, pH dan penambahan senyawa lain (Meyer, 1982). Sifat
gelatin berdasarkan tipenya dapat dilihat pada tabel 3 .
Tabel 3. Sifat Gelatin Berdasarkan Tipenya
SifatTipe
ATipe BKekuatan gel (bloom)75-30075-275Viskositas2,0-7,52,0-7,5Kadar
abu (%)0,3-2,00,05-2,0PH3,8-6,05,0-7,0Titik isoelektrik9,0-9,24,8-5,0
Sumber : Tourtelotte (1980)
Reaksi
pembentukan gel oleh gelatin bersifat reversible. Keadaan tersebut
membedakannya dengan gel dari pektin, alginat, pati, albumin telur dan
protein susu yang bentuk gelnya irreversible (Johns, 1977).
Tabel 4. Standar Mutu Gelatin
Karakteristik
MutuSyaratWarnaTidak berwarnaBau, rasaNormal (dapat diterima
konsumen)Kadar airMaksimum 16 %Kadar abuMaksimum 3,25 %Logam
beratMaksimum 50 mg/kgArsenMaksimum 2 mg/kgTembagaMaksimum 30
mg/kgSengMaksimum 100 mg/kgSulfitMaksimum 1000 mg/kg
Sumber : SNI (1995)
Menurut
Mark dan Stewart (1957), sifat fisik gelatin dapat berupa bubuk, pasta
maupun lembaran.. Gelatin komersial bersifat tidak berasa, tidak berbau,
warnanya kekuningan sampai tidak berwarna. Warna gelatin tergantung
pada bahan baku, proses dan jumlah tahap ekstraksi yang digunakan.
Menurut Imeson (1992), warna gelatin yang dihasilkan dapat bervariasi
dari 1,5 (kuning pucat) sampai 14 (coklat).
C. STUDI KELAYAKAN
Studi
kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu
proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan
berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan proyek dapat
didefinisikan sebagai suatu studi secara mendalam serta seksama tentang
berbagai aktivitas yang akan dikerjakan di masa mendatang untuk melihat
atau mengetahui tingkat kelayakan laba yang akan diperoleh (Ichsan et
al., 2003).
Umumnya penelitian sudi kelayakan meliputi aspek
pasar dan pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan, aspek
manajemen, aspek hukum dan aspek ekonomi serta sosial (Husnan dan
Suwarsono, 2000). Penelitian terhadap keadaan dan prospek suatu industri
dilakukan atas kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut meliputi
aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen
operasional, aspek yuridis dan aspek ekonomi- finansial (Sutojo, 2000).
1. Aspek Pasar dan Pemasaran
Analisis
aspek pasar dan pemasaran terhadap suatu usulan proyek ditujukan untuk
mendapatkan gambaran mengenai besar pasar potensial yang tersedia untuk
masa yang akan datang. Selain itu analisis pasar mencakup juga gambaran
mengenai strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar
yang telah ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Untuk dapat
memenangkan pasar dibutuhkan perencanaan strategis yang berorientasi
pasar dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat (Kotler, 2002).
2. Aspek Teknis dan Teknologis
Beberapa
hal yang perlu dijelaskan dalam aspek teknis dan teknologis adalah
lokasi proyek, skala produksi, kriteria pemilihan mesin dan perlengkapan
utama dan pembantu, proses produksi dan desain pabrik dan jenis
teknologi yang dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000). Desain pabrik
meliputi seluruh aspek teknik termasuk pengembangan pabrik baru,
modifikasi atau perluasan pabrik industri. Setelah tahap proses desain
akhir selesai baru memungkinkan untuk membuat estimasi biaya yang akurat
karena detail spesifikasi peralatan dan mesin dan fasilitas pabrik
telah tersedia (Max dan Timmerhaus, 1991).
3. Aspek Manajemen dan Organisasi
Menurut
Husnan dan Suwarsono (2000), aspek manajemen dan organisasi meliputi
manajemen pembangunan proyek dan manajemen dalam operasi. Manajemen
dalam operasi meliputi identifikasi jenis-jenis pekerjaan yang
diperlukan, persyaratan yang diperlukan dan struktur organisasi yang
digunakan. Menurut Stoner dan Edward (1994), struktur organisasi merujuk
kepada cara dimana kegiatan-kegiatan sebuah organisasi dibagi,
diorganisasikan dan dikoordinasi.
4. Aspek Legal Yuridis
Menurut
Husnan dan Suwarsono (2000), aspek hukum mempelajari tentang bentuk
badan usaha yang dipergunakan, jaminan-jaminan yang dapat digunakan jika
menggunakan sumber dana yang berasal dari pinjaman dan berbagai akte,
sertifikat serta ijin yang diperlukan. Menurut Simatupang (2003),
pembahasan aspek hukum dalam bisnis atau industri meliputi bentuk badan
usaha dan peraturan-peraturan mengenai kontrak dan penyelesaiannya,
hubungan bisnis, hak milik intelektual, lembaga-lembaga pembiayaan,
aspek pajak, perijinan dan kepailitan.
5. Aspek Lingkungan
Menurut
Suratmo (1998), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) diperlukan
karena dua hal. Pertama, AMDAL harus dilakukan untuk proyek yang akan
dibangun karena Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah menghendaki
demikian. Apabila pemilik atau pemrakarsa proyek tidak melakukannya maka
akan melanggar undang-undang dan besar kemungkinan perizinan untuk
membangun proyek tersebut tidak akan didapat atau akan menghadapi
pengadilan yang dapat memberikan sangsi-sangsi yang tidak ringan. Kedua,
AMDAL harus dilakukan agar kualitas lingkungan tidak rusak karena
adanya proyek-proyek pembangunan.
6. Aspek Finansial dan Ekonomi
Menurut
Husnan dan Suwarsono (2000), aspek keuangan mempelajari berbagai faktor
penting meliputi dana investasi (aktiva dan modal kerja), sumber-sumber
perbelanjaan (modal sendiri, pinjaman jangka pendek dan panjang),
taksiran penghasilan, biaya dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi,
manfaat dan biaya dalam artian finansial (rate of return on investment,
net present value, internal rate of return, Net B/C, profitability
index, pay back period, resiko proyek, analisa sensitivitas) dan
proyeksi keuangan. Sedangkan aspek ekonomi meliputi tentang pengaruh
proyek terhadap peningkatan penghasilan negara, pengaruh proyek terhadap
devisa yang dapat dihemat dan yang dapat diperoleh, penambahan dan
pemerataaan kesempatan kerja dan pengaruh proyek terhadap industri lain.
Simangunsong (1989), menyatakan bahwa dalam kajian finansial juga
dilakukan analisis biaya, penentuan harga pokok dan harga jual produk.
III. METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Gelatin
memiliki kegunaan yang sangat beragam, mulai dari industri pangan,
farmasi, kesehatan, fotograpi, kosmetika sampai dengan teknik. Hal ini
menyebabkan permintaan pasar terhadap gelatin sangat tinggi. Karena di
Indonesia belum memiliki industri gelatin skala besar maka permintaan
yang besar terhadap gelatin dipenuhi dengan melakukan impor.
Bahan
baku gelatin di Indonesia tersedia cukup banyak dan tenaga kerja yang
ahli dalam hal teknologi pembuatan gelatin juga sudah mencukupi. Peluang
tersebut coba dimanfaatkan oleh PT. XYZ Indonesia yang akan memperluas
usahanya pada industri gelatin. Industri gelatin perlu didirikan sebagai
upaya peningkatan nilai tambah dari bahan baku dan sebagai upaya
pemenuhan permintaan gelatin. Dalam mendirikan industri besar, studi
kelayakan mutlak diperlukan sebagai salah satu upaya meminimalisir
resiko usaha.
Studi kelayakan pendirian industri gelatin meliputi
analisis aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen
dan organisasi, legal yuridis, lingkungan, dan finansial serta ekonomi.
Semua aspek yang dikaji tersebut akan menentukan layak atau tidaknya
industri gelatin berbahan baku kulit split ini didirikan. Selain itu,
aspek yang dikaji tersebut dapat memberi pengetahuan tentang
langkah-langkah pendirian industri gelatin berbahan baku kulit split.
Kerangka pemikiran dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar 1.
B. PENGUMPULAN DATA
Data
yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data
bertujuan memperoleh informasi, gambaran dan keterangan tentang hal-hal
yang berhubungan dengan studi sehingga data tersebut dapat dipergunakan
untuk pemecahan masalah dan pertimbangan pengambilan keputusan.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapang.
Data
primer diperoleh melalui penelitian dan pengamatan langsung di
lapangan, laboratorium dan wawancara dengan pakar serta instansi
terkait. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dan
pencatatan data yang tersedia pada instansi-instansi terkait. Khusus
untuk pengumpulan data harga, karena sangat menentukan terhadap
kelayakan industri maka dilakukan dengan langsung menghubungi penyedia
alat atau mesin serta bahan baku dan bahan pembantu. Izin dan perpajakan
mengacu pada peraturan yang berlaku di daerah pendirian pabrik.
Beberapa harga alat dan mesin dihitung dengan metode Chemical
Engineering Cost Plant index (CEP indeks) yaitu dengan menginterpolasi
nilai CEP indeks berdasarkan diagram harga CEP indeks (Ulrich, 1991).
C. ANALISIS DATA
Analisis
data terdiri dari analisis data kuantitatif dan analisis data
kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan bantuan beberapa
program komputer. Hasil analisis data kuantitatif maupun data kualitatif
kemudian didukung oleh kajian dari pakar melalui studi literatur.
1. Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran
Analisis
aspek pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar, derajat
persaingan struktur pasar, pangsa pasar dan bauran pemasaran. Analisis
potensi pasar yaitu menghitung prakiraan permintaan gelatin di Indonesia
menggunakan data impor gelatin. Prakiraan gelatin diawali oleh
pemilihan metode prakiraan deret waktu (Single Exponential Smoothing,
Double Exponential Smoothing, Trend Analysis, Single Exponential
Smoothing dan Moving Average) berdasar nilai kecermatan yaitu MAPE (Mean
Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean
Squared Deviation). Perhitungan prakiraan tersebut dilakukan dengan
bantuan software MINITAB 13. Menurut Machfud (1999), metode dan hasil
prakiraan yang dipakai adalah yang nilai kecermatannya paling kecil.
Analisis
derajat persaingan struktur pasar digunakan untuk menentukan posisi
perusahaan berdasarkan kapasitas perusahaan-perusahaan produsen gelatin
dunia. Dengan ditentukannya posisi perusahaan, kapasitas perusahaan
berdasarkan struktur persaingan dapat ditentukan. Hasil tersebut
dibandingkan dengan perhitungan pangsa pasar gelatin dunia dengan
analisis struktur pasar menggunakan tabel Fellows (1996). Jika kapasitas
perusahaan berdasarkan struktur persaingan lebih kecil dari pangsa
pasar gelatin dunia dan atau lebih kecil dari potensi pasar gelatin di
Indonesia maka kapasitas tersebut layak digunakan sebagai acuan.
Setelah
pasar potensial, pangsa pasar dan acuan kapasitas gelatin didapat,
analisis strategi bauran pemasaran dilakukan untuk memberi gambaran
peluang perusahaan dalam mencapai target pasar yang ditetapkan. Analisis
strategi bauran pemasaran meliputi strategi produk, strategi harga,
strategi distribusi dan strategi promosi. Diagram analisis pasar dan
pemasaran dapat dilihat pada gambar 2.
2. Analisis Aspek Teknis dan Teknologis
Analisis
aspek teknis dan teknologis meliputi analisis bahan baku, lokasi,
kapasitas produksi, teknologi proses dan tata letak pabrik. Analisis
bahan baku terdiri dari kajian berdasar ketersediaan bahan baku, harga
bahan baku, persentase rendemen dan kualitas gelatin yang dihasilkan.
Ketersediaan bahan baku berpengaruh terhadap kontinuitas produksi dari
industri gelatin. Harga kulit split dan persentase rendemen menunjukkan
tingkat nilai tambah yang didapat dari industri gelatin sedangkan
kualitas gelatin menunjukkan gelatin yang akan diproduksi sesuai standar
yang diperbolehkan.
Analisis lokasi dilakukan untuk menunjukkan
kelayakan lokasi yang telah tersedia. Lokasi telah ditetapkan di dalam
lingkungan pabrik PT. XYZ Indonesia yang telah berdiri. Beberapa
parameter yang dipakai adalah sisi perizinan, kedekatan dengan bahan
baku, kedekatan dengan pasar, kedekatan dengan pemasok tenaga kerja,
kemudahan transportasi dan tersedianya utilitas.
Kapasitas
produksi ditetapkan berdasar analisis pasar dan pemasaran serta
berdasarkan teknologi proses dan mesin yang dipilih. Analisis teknologi
proses meliputi teknologi yang dipilih, mesin dan peralatan yang
digunakan dan penghitungan neraca massa serta neraca energi. Analisis
tata letak pabrik dimulai dengan membuat bagan keterkaitan aktivitas
dengan mengacu pada proses produksi. Selanjutnya, informasi pada bagan
keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan.
Kebutuhan ruang produksi serta alokasi wilayah ditentukan dengan mengacu
pada diagram keterkaitan kegiatan dan jumlah serta luasan mesin yang
dibutuhkan. Diagram analisis teknis dan teknologis dapat dilihat pada
gambar 3.
3. Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi
Analisis
aspek manajemen dan organisasi meliputi analisis kebutuhan tenaga kerja,
struktur organisasi dan deskripsi tugas. Tenaga kerja yang dibutuhkan
terdiri dari tenaga kerja langsung dan tenaga tidak langsung. Kebutuhan
tenaga kerja langsung mengacu pada teknologi proses produksi,
mesin dan peralatan serta ruangan proses produksi yang direncanakan.
Kebutuhan tenaga kerja tidak langsung mengacu pada efisiensi dan
efektifitas penjalanan perusahaan. Struktur organisasi dan deskripsi
tugas dianalisis berdasarkan kebutuhan perusahaan. Diagram analisis
aspek manajemen dan organisasi dapat dilihat pada gambar 4.
4. Analisis Aspek Legal Yuridis
Analisis
aspek legal yuridis meliputi analisis bentuk usaha, prosedur perizinan
dan perpajakan. Analisis bentuk usaha memaparkan keuntungan dan kerugian
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Analisis prosedur
perizinan hanya akan memaparkan Izin Perluasan dan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dikaitkan dengan status perusahaan yang telah berproduksi
dan akan melakukan perluasan usaha. Pajak yang dikaji hanya pajak
penghasilan karena perusahaan yang berbentuk PT. termasuk salah satu
subjek pajak.
5. Analisis Aspek Lingkungan
Analisis aspek
lingkungan meliputi analisis prosedur AMDAL dan analisis potensi limbah
gelatin. Analisis prosedur AMDAL terdiri dari dokumen Kerangka Acuan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis Dampak
Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RKL) dan Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
6. Analisis Aspek Finansial dan Ekonomi
Analisis
aspek finansial dan ekonomi meliputi penentuan asumsi, analisis sumber
dana dan struktur pembiayaan, biaya investasi, harga dan prakiraan
penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisis titik impas,
kriteria kelayakan investasi dan analisis ekonomi. Asumsi digunakan
sebagai acuan perhitungan aspek finansial. Diagram analisis aspek
finansial dapat dilihat pada gambar 5.
Kriteria kelayakan investasi
yang dianalisis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan
analisa sensitivitas. Break Event Point (BEP) digunakan untuk melihat
volume penjualan dimana perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua
biaya-biayanya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan.
1. BEP (Analisa titik impas)
Perhitungan analisa titik impas) adalah sebagai berikut :
BEP = Biaya tetap
1- (Biaya variabel/Total penerimaan)
2. NPV
Menurut Gray et al (1992), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:
dimana :
Bt = benefit social brutto pada tahun t
Ct = cost social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t
i = tingkat suku bunga pada periode-t
t = periode investasi (t=0,1,2,3…n)
Apabila
hasil perhitungan nilai NPV dalam suatu proyek didapatkan nilai yang
lebih besar atau sama dengan nol berarti proyek tersebut layak untuk
dilaksanakan. Apabila nilai NPV yang dihasilkan lebih besar daripada
nol, berarti proyek dapat menghasilkan keuntungan. Apabila nilai NPV
yang dihasilkan sama dengan nol berarti proyek tersebut akan
mengembalikan biaya sebesar opportunity cost faktor produksi modal.
Apabila nilai NPV yang dihasilkan kurang dari nol berarti proyek
tersebut tidak dapat menghasilkan keuntungan. Oleh sebab itu,
pelaksanaannya harus ditolak.
3. IRR
Fomulasi matematik IRR menurut Gray et al. (1992) adalah sebagai berikut :
dimana :
Bt = benefit social brutto pada tahun t
Ct = cost social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%) pada periode-i
n = umur ekonomis proyek
4. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Gray et al. (1992) menjelaskan rumus Net B/C sebagai berikut :
Net B/C =
dimana :
Bt = benefit social brutto pada tahun t
Ct = biaya social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%)
n = umur ekonomis proyek
Kriteria
kelayakan proyek adalah jika Net B/C lebih besar atau sama dengan satu.
Sedangkan proyek dinyatakan tidak layak apabila Net B/C lebih kecil
dari satu.
5. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP)
menunjukkan berapa lama modal yang ditanam dalam investasi akan kembali.
Rumus yang digunakan untuk menghitung Pay Back Period (PBP) adalah
sebagai berikut :
Dimana
M = nilai pay back period
Rk = pendapatan bersih untuk periode ke-k
Ek = pengeluaran untuk periode ke-k
p = investasi awal
6. Analisa Sensitifitas
Analisa
titik impas akan dilakukan dengan menaikkan harga bahan baku,
menurunkan harga jual dan menaikkan biaya investasi. Dengan perubahan
tersebut, kriteria-kriteria kelayakan investasi juga akan berubah.
Perubahan dilakukan sampai kriteria kelayakan berada pada kisaran titik
kritis antara layak dan tidak layak.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Kajian
aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi pasar,
pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar dan perumusan
strategi bauran pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran
gelatin, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnis/industri
dengan produk konsumsi. Gelatin termasuk produk bisnis/industri yang
diperjualbelikan pada pasar bisnis.
Pasar bisnis terdiri dari
semua organisasi yang memperoleh barang dan jasa yang digunakan dalam
memproduksi barang dan jasa lain yang dijual, disewakan atau dipasok
kepada pihak lain (Kotler, 2002). Perbedaan antara produk
bisnis/industri dengan produk konsumsi akan membuat perbedaan dalam
melakukan pengukuran potensi pasar, pendefinisian struktur pasar
pengukuran pasar dan perumusan strategi bauran pemasaran.
1. Potensi Pasar
Stanton
(1997), mendefinisikan potensi pasar (market potensial) untuk sebuah
produk sebagai penjualan total yang diharapkan selama periode tertentu
didalam pasar tertentu. Sedangkan menurut Kotler (2002), potensi pasar
adalah batas yang didekati oleh permintaan pasar ketika pengeluaran
pemasaran industri mendekati tak terhingga untuk lingkungan pemasaran
tertentu. Potensi pasar dapat diukur dengan ramalan penjualan yang dapat
dikembangkan berdasarkan penjualan yang lalu.
Peramalan atau
prakiraan permintaan gelatin di Indonesia dilakukan dengan menggunakan
data impor dikurang ekspor gelatin per bulan dari tahun 1998-2001 dan
teknik prakiraan penjualan dipilih dengan bantuan software MINITAB 13.
Karena di Indonesia belum ada industri gelatin maka impor dikurang
ekspor gelatin sama dengan permintaan gelatin di Indonesia. Data
impor-ekspor gelatin di Indonesia tahun 1998-2001 dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Impor dan Ekspor Gelatin Indonesia 1998-2001
1998199920002001IMPOR
(I)1.851.3282.371.7383.418.3834.291.579EKSPOR
(E)16.00014.98485.73671.405I-E1.835.3282.356.7543.332.6474.220.174
Sumber : Biro Pusat Statistik (2003)
Metode
prakiraan terbaik yang didapatkan menggunakan software MINITAB 13
adalah metode kuantitatif deret waktu teknik dua tahap, Single
Exponential Smoothing-1 (SES-1) dan Single Exponential Smooting-2
(SES-2) dengan nilai kecermatan prakiraaan MAPE (Mean Absolute
Percentage Error) sebesar 11 %, MAD (Mean Absolute Deviation) sebesar
27.623,0 dan MSD (Mean Squared Deviation) sebesar 1,47E+09. Menurut
Machfud (1999), nilai kecermatan hasil prakiraan menunjukkan sejauh mana
selisih hasil perkiraan dengan kejadian aktual juga mencerminkan sejauh
mana teknik prakiraan yang digunakan sesuai dengan pola data.
Nilai
kecermatan hasil perkiraan teknik dua tahap SES-1 dan SES-2 tersebut
lebih baik karena nilai MAPE, MAD dan MSD lebih kecil dibandingkan
teknik yang lain. Nilai MAPE, MAD dan MSD seluruh teknik prakiraan yang
dilakukan dapat dilihat pada tabel 6. Nilai keseluruhan prakiraan teknik
dua tahap SES-1 dan SES-2, grafik dan nilai kecermatan hasil prakiraan
dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil prakiraan dari teknik dua tahap,
SES-1 dan SES-2 dapat dilihat pada gambar 6.
Tabel 6. Nilai Kecermatan Hasil Perkiraan Potensi Pasar Gelatin Menggunakan Software MINITAB 13
Teknik
PrakiraanNilai Kecermatan Hasil PrakiraanMAPE (%)MADMSDDua Tahap, SES-1
& SES-211.0027.623,01,47E+09Dua Tahap, SES &
MA17,0049.122,04,59E+09Double Exponential
Smoothing40,0090.056,01,56E+10Trend Analysis38,5481.207,71,27E+10Single
Exponential Smoothing38,0085.521,01,41E+10Moving Average
(MA)35,0090.729,01,70E+10
Gambar 6. Grafik Akhir Data dan Hasil Prakiraan
Teknik Dua Tahap SES-1 dan SES-2
Hasil
prakiraan dari teknik dua tahap SES-1 dan SES-2 adalah permintaan
gelatin pada tahun 2002 dan tahun-tahun berikutnya sebesar 230.608 kg
setiap bulannya atau sebesar 2.767.296 kg setiap tahunnya. Jumlah
tersebut adalah pasar potensial dari industri gelatin karena tidak ada
penyediaan gelatin dalam negeri.
2. Derajat Persaingan Struktur Pasar
Menurut
Stanton (1991), struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat
organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan.
Istilah struktur pasar merujuk pada tipe pasar, sedangkan derajat
persaingan struktur pasar dipakai untuk menunjuk sejauh mana
perusahaan-perusahaan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga atau
ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijualnya.
Derajat
persaingan struktur pasar gelatin perlu dikaji selain untuk menentukan
pangsa pasar gelatin yang dapat diraih oleh perusahaan baru, juga untuk
melihat sejauh mana perusahaan baru tersebut berpeluang untuk bertahan
dan berkembang diantara perusahaan pesaing yang telah lebih dahulu
stabil.
Berdasarkan data Depperindag (2003), Indonesia saat ini
tidak mempunyai perusahaan gelatin berskala besar. Hal tersebut berarti
hampir seluruh kebutuhan gelatin Indonesia dipenuhi oleh impor. Jika
perusahaan gelatin ini berdiri maka akan menjadi satu-satunya penyedia
gelatin yang bertempat di Indonesia. Kondisi tersebut bukan berarti
terjadi monopoli murni karena konsumen tetap dapat mengimpor gelatin
dari luar negri. Struktur pasar yang terjadi tetap pada persaingan murni
dalam skala internasional tetapi perusahaan gelatin ini mempunyai
keunggulan dari sisi geografis, harga, relasi dan status kehalalan
produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar
negeri. Menurut Kotler (2002), persaingan murni terjadi dimana banyak
pesaing menawarkan produk dan jasa yang sama.
Berdasarkan data GME
(Gelatin Manucfaturing Europe) Organization tahun 2001, konsumsi gelatin
dunia sebesar 269.400 ton. Produksi sebesar itu menyebar di antara
sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar
perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada tabel 7.
Perusahaan gelatin yang dikaji ini dapat memposisikan diri sebagai
perusahaan pengikut pasar gelatin yang telah mapan. Perusahaan akan
bersaing dengan perusahaan- perusahaan yang berada pada urutan bawah
atau dapat menjadi pemimpin pasar diantara perusahaan-perusahaan kecil
selain 12 perusahaan besar tersebut. Menurut Kotler (2002), perusahaan
kecil umumnya menghindari persaingan melawan pasar besar dengan
mengincar pasar kecil yang kurang atau tidak menarik bagi perusahaan
besar.
Tabel 7. Perusahaan Gelatin di Dunia
NoNama
PerusahaanProduksi (ton)Persentase (%)1Gelita
Group75,00027.842Rousselote50,00018.563PB
Gelatin37,00013.734Weishardt12,5004.645Reinert Gruppe6,0002.236Miquel
Junca4,0001.487Sterling Gelatin2,5000.938Geltech2,4000.899Figli di Guido
Lapi2,4000.8910KCPL-Nitta2,0800.7711Sammi
Gelatin2,0800.7712Norland5000.1813Lain-lain72,94027.07Total269,400100.00
Sumber : GME Organization (2001)
Berdasarkan
data perusahaan di atas, perusahaan yang menempati urutan paling bawah
berdasar kapasitas produksi yang terserap oleh pasar adalah Norland
dengan kapasitas produksi sebesar 500 ton per tahun atau sebesar 0,18 %
dari seluruh konsumsi gelatin dunia. Oleh karena itu, perusahaan gelatin
yang dikaji ini dapat berproduksi disekitar kapasitas 0,18 % dari
konsumsi gelatin dunia.
3. Pangsa Pasar
Pangsa pasar atau
sales potensial adalah proporsi sebagian dari keseluruhan pasar
potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan
(Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Fellows et al. (1996), untuk
kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang
cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka kisaran persentase
pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5 % dan untuk kondisi jumlah
pesaing tidak ada sampai sebesar 100 %. Oleh karena itu, pangsa pasar
dunia yang dapat diraih perusahaan sebesar 2,5 % dari konsumsi
gelatin dunia atau sebesar 6.735 ton per tahun.
Pasar potensial
gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.767.296
kg setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika
dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia (269.400 ton) hanya sebesar
1,02 %. Sedangkan berdasar kajian struktur pasar di atas, perusahaan
dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,18 % dari konsumsi gelatin dunia
atau sebesar 7,42 % dari pangsa pasar gelatin dunia atau 18,06 % dari
pasar potensial gelatin di Indonesia.
Posisi perusahaan gelatin
yang dikaji ini dalam struktur persaingan industri gelatin cukup aman
sebagai pendatang baru dan mempunyai kemampuan untuk bertahan dan
berkembang. Hal ini karena perusahaan hanya bersaing dengan
perusahaan-perusahaan yang menempati urutan bawah dan berproduksi dengan
kapasitas sekitar 18,06 % dari pasar potensial di Indonesia. Selain
itu, perusahaan gelatin yang dikaji ini mempunyai keunggulan dari sisi
geografis, harga, relasi dan status kehalalan produk dibanding dengan
perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri.
4. Strategi Bauran Pemasaran
Bauran
pemasaran mencakup sejumlah variabel pemasaran yang terkontrol oleh
perusahaan untuk mencapai target pasar yang telah ditetapkan dan
memberikan kepuasan kepada konsumen (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Menurut Gitosudarmo (1997), bauran pemasaran adalah perpaduan dari
tindakan-tindakan produk, harga, distribusi dan promosi dalam memasarkan
produknya atau melayani konsumennya.
a. Strategi produk
Produk
adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan
kebutuhan konsumen. Bauran produk adalah daftar lengkap dari seluruh
produk yang ditawarkan untuk dijual oleh perusahaan (Stanton, 1991).
Produk gelatin merupakan produk industri. Menurut Kotler (2002),
industri adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau
kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lain. Menurut
Ichsan et al. (2003), salah satu karakteristik produksi modern dari
suatu industri adalah adanya standardisasi.
Oleh karena pasar
gelatin termasuk pasar industri maka konsep pemasaran yang diterapkan
adalah strategi produk. Menurut Ichsan et al. (2003), strategi produk
mengasumsikan bahwa calon konsumen dalam menetapkan produk yang dibeli
menitikberatkan pada kualitas dan karakteristik produk tersebut. Menurut
Kotler (2002), perusahaan-perusahaan yang menjual barang-barang dan
jasa-jasa bisnis (industri) menghadapi para pembeli profesional yang
terlatih dan terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai
penawaran bersaing.
Gelatin dijual dalam pasar dengan berbagai
nama dan nama dagang. Nama-nama tersebut berdasarkan jenis bahan baku
dan proses gelatin yang dibuat (bovine gelatin, dried fish gelatin, type
A gelatin dll.), jenis penggunaan gelatin (food-grade gelatin, edible
gelatin, pharmacheutical gelatin dll.) atau perusahaan pembuat gelatin
(Gelita-tec, Nitta 750, Norland Fish Gelatin dll.).
Karena
perusahaan akan menghadapi pembeli profesional maka produk yang dibuat
harus memiliki keunggulan dibanding produk yang dibuat oleh perusahaan
lain atau keunggulan dibanding dengan produk lain yang mempunyai fungsi
sama. Keunggulan produk yang dapat dimunculkan adalah status kehalalan
dan keamanan gelatin selain pemenuhan kriteria lain seperti sesuai
standar SNI dan standar penggunaan gelatin dalam berbagai industri.
Keunggulan lainnya adalah variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam
aplikasi industri.
Salah satu keunggulan gelatin yang dibuat
oleh perusahaan yang dikaji ini adalah kejelasan status kehalalan
gelatin. Gelatin tersebut halal karena menggunakan bahan baku kulit
split sapi. Mayoritas penduduk Indonesia yang muslim membuat status
kehalalan produk gelatin yang dihasilkan menjadi mutlak. Menurut GME
Organization (2001), gelatin yang menggunakan bahan baku dari kulit babi
menempati persentase terbesar dari konsumsi gelatin dunia yaitu sebesar
40,98 %. Hal tersebut menjadikan produk gelatin ini mampu bersaing
dibandingkan dengan produk gelatin yang dibuat oleh
perusahaan-perusahaan gelatin di luar negeri. Persentase produksi
gelatin berdasar bahan baku dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Persentase Produksi Gelatin Berdasar Bahan Baku
Jenis
Bahan BakuProduksi (ton)PersentaseKulit babi110,40040.98%Kuli
sapi77,20028.66%Tulang80,80029.99%Lainnya1,0000.37%Total269,400100.00%
Sumber : GME Organization (2001)
Keunggulan
lain dari gelatin yang diproduksi oleh perusahaan yang dikaji ini
adalah keamanan gelatin dari infeksi BSE (bovine spongiform
encephalopathy) atau TSE (transmissible spongiform encephalopathy) dan
bahan lain yang berbahaya. Keamanan gelatin tersebut karena bahan baku
yang digunakan berasal dari kulit split dalam negeri. Menurut Dirjen
Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian (2003), Indonesia masih
tergolong negara yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku. Menurut
Goossens (2002), keamanan gelatin tergantung dari tiga faktor yaitu asal
bahan baku, regulasi terhadap bahan baku dan proses produksi dan
pengurangan serta inaktivasi TSE pada proses produksi.
Keunggulan
gelatin dibanding dengan produk yang mempunyai fungsi sama adalah
variasi kegunaan gelatin yang cukup luas dalam aplikasi industri. Hal
ini membuat pasar gelatin menjadi luas. Menurut Rubin (2002), gelatin
dapat bersaing dengan beberapa zat aditif bahan pangan dan gelatin
mempunyai beberapa keunggulan spesifik. Dua keunggulan yang utama adalah
elastisitas formulasi karena bersifat thermoreversible dan mampu
meleleh pada suhu tubuh. Keunggulan lain dari gelatin adalah mudah
digunakan dalam berbagai variasi standar terutama kombinasi kekuatan gel
(bloom) dan viskositasnya, transparan, tidak berbau, tidak ada efek
terhadap rasa dari produk akhir, memungkinkan untuk tersedia dalam
jumlah yang memadai untuk industri, relatif tidak mahal dan cocok dengan
karakteristik dari banyak jenis obat-obatan dan suplemen nutrisi.
Selain
itu, gelatin mempunyai beberapa karakteristik seperti penyatuan antara
udara dan busa, stabilisasi busa, stabilisasi emulsi/pencegahan
pemisahan zat/stabilisasi pemisahan lemak, meningkatkan flow properties,
pengontrolan pembentukan kristal, pembuatan film atau pelapisan,
pelembut tekstur, pengganti lemak, pengikat air, meningkatkan cita rasa
pada mulut, thickening dan meningkatkan adesi. Aplikasi dan fungsi
gelatin dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Aplikasi dan Fungsi Gelatin
JenisAplikasiFungsiPanganIndustri
rotiGelling, stabilizer, emulsifierIndustri permenChewiness, pelembut
tekstur, stabilizer busaMakanan rendah lemakReduksi lemak, penambah
citarasa, creaminess, spreadabilityProduk dagingPengikat kohesi
airIndustri susuPencegah penggumpalan susu, stabilizer, meningkatkan
teksturFarmasiKapsul kerasBahan baku film/gel kapsulKapsul lunakBahan
baku film/gel kapsul Penyebaran plasma Pengikat air, pembentuk
koloidIndustri kemasanBahan filmPerawatan lukaPelembab, bahan perawatan
bekas lukaPotograpiBahan pembantu sistem silver halideMicro
encapsulationVitamin/zat aditifEnkapsulasi untuk melindungi dari cahaya
dan oksigenKosmetikPengemasanKapsul gel lunakTeknikPaintballKapsul gel
lunak yang dapat membelah ketika terjadi tumbukanPlat elektrikUniformity
of coating deposition, kontrol viskositasMicro encapsulationKoaservatif
Microencapsulasi dari pencelupan bahan
pembawa Fragrance
Sumber : Rubin (2002)
Gambar 8. Produk dan Kemasan Gelatin
Bentuk
akhir dari gelatin yang diproduksi adalah flake, berbentuk lembar tipis
dengan ukuran kecil dan transparan. Kemasan gelatin terbuat dari
plastik polypropilen tebal dengan beberapa variasi kapasitas untuk
pembeli yang berbeda.
b. Strategi harga
Harga adalah jumlah
uang yang diminta untuk barang atau jasa tertentu. Harga dapat pula
dikatakan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan para konsumen untuk
mencapai manfaat penggunaan barang-barang atau jasa-jasa. Harga sangat
berhubungan dengan produk dan kualitas (Winardi, 1991). Harga merupakan
satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan.
Suatu perusahaan harus menetapkan harga untuk pertama kali ketika
perusahaan tersebut mengembangkan produk baru. Perusahaan harus
memutuskan dimana akan memposisikan produknya berdasarkan mutu dan harga
(Kotler, 2002).
Alasan yang mempengaruhi penetapan harga gelatin
adalah karakteristik gelatin sebagai produk industri, struktur pasar
persaingan murni yang berlaku, keunggulan kompetitif kehalalan dan
keselamatan produk gelatin dibanding dengan produk dari luar negeri,
serta karakteristik biaya dan harga dari industri gelatin. Sebagai
produk industri, gelatin telah terstandardisasi (Ichsan et al., 2003),
pembeli gelatin adalah pembeli profesional yang terlatih dan
terinformasi dengan baik dan yang terampil dalam menilai penawaran
bersaing, permintaan total tidak tidak terlalu dipengaruhi oleh
perubahan harga (Kotler, 2002), harga merupakan harga tetap, jarang
terjadi tawar-menawar, penjual tidak akan meminta harga lebih rendah
atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang berlaku dan harga tidak
mudah berubah (Winardi, 1991).
Karakteristik biaya dan harga
gelatin dilihat dari analisa sensitivitas adalah NPV masih positif, IRR
masih di atas suku bunga yang berlaku dan Net B/C masih diatas satu
walaupun harga bahan baku dan bahan pembantu naik sampai 493 %. Selain
itu ukuran-ukuran tersebut masih layak jika harga diturunkan sampai
10,76 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri gelatin ini lebih peka
terhadap perubahan harga jual dan kapasitas penjualan dibandingkan
dengan perubahan harga bahan baku. Menurut Winarto (1991), makin besar
persamaan produk suatu peusahaan dan produk pihak saingannya, makin
tergantung perusahaan itu pada harga.
Oleh karena itu stategi
penetapan harga yang dipakai adalah penetapan harga sesuai dengan harga
berlaku. Menurut Kotler (2002), harga yang berlaku dianggap mencerminkan
kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan tingkat
pengembalian investasi yang layak dan tidak membahayakan keselarasan
industri.
Laju inflasi rata-rata Indonesia periode Mei 2003 sampai
April 2004 sdalah sebesar 5,75 % (Bank Indonesia, 2004). Laju inflasi
tersebut dapat menyebabkan kenaikan biaya operasional dan kenaikan harga
gelatin di dalam pasar. Oleh karena itu harga gelatin diasumsikan
mengalami kenaikan sebesar 11,5 % setiap dua tahun.
Harga gelatin
pada pasar dunia pada tahun 2002 berkisar Rp. 43.000,00 sampai
153.000,00 (Rubin, 2002) atau sekitar Rp. 49.800,00 sampai 162.000,00
pada tahun 2004. Di Indonesia harga gelatin berkisar Rp. 40.000,00
sampai Rp. 85.000,00 (PT. Megasetia Agung kimia, 2004). Harga gelatin
bervariasi sesuai standar karakteristik dan jenis gelatin berdasarkan
aplikasinya. Karakteristik gelatin yang sering dipakai sebagai standar
harga adalah nilai bloom (kekuatan gel). Makin tinggi kekuatan gel
gelatin maka makin mahal harga gelatin tersebut. Kisaran harga gelatin
terendah berdasar aplikasinya adalah gelatin pangan, kemudian kosmetik,
farmasi dan paling tinggi adalah gelatin fotografi. Selain itu harga
gelatin menjadi sangat tinggi untuk penggunaan-penggunaan tertentu yang
membutuhkan kemurnian gelatin yang tinggi atau spesifikasi khusus
seperti untuk keperluan penelitian. Harga gelatin untuk keperluan
tersebut berkisar Rp. 230.000,00 sampai Rp. 1.087.000,00 per kg.
Harga
gelatin ditetapkan berdasarkan harga jual yang berlaku di pasar dan
ditetapkan berdasarkan kekuatan gel dan penggunaan khusus. Harga gelatin
yang ditetapkan berkisar Rp. 40.824,00 sampai Rp.
229.897,44. Harga gelatin dan proyeksi penjualan dapat dilihat pada
tabel 10.
Tabel 10. Harga Gelatin dan Proyeksi Penjualan
Jenis
GelatinProyeksi Penjualan/TahunHarga/kg (Rp)(Kg)(%)Gelatin bloom
125158,1523640,824.00Gelatin bloom 150105,4352445,684.00Gelatin bloom
20087,0192068,040.00Gelatin bloom 25058,0131385,883.14Gelatin
murni/khusus26,0826229,897.44Total434,700100
c. Strategi distribusi
Saluran
pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang
terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan
atau dikonsumsi. Saluran level nol (juga disebut saluran pemasaran
langsung) terdiri dari perusahaan yang langsung menjual kepada pelanggan
akhir (Kotler, 2002).
Sebagai produk industri, konsumen gelatin
sebagian besar adalah perusahaan-perusahaan yang menggunakan gelatin
sebagai bahan baku atau bahan pembantu. Menurut Kotler (2002), beberapa
ciri pasar industri yang berkaitan dengan strategi distribusi adalah
perusahaan pembeli yang jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan
konsumen barang konsumsi, jumlah pembelian yang relatif besar, hubungan
pemasok dan pelanggan yang erat, pembeli yang terkonsentrasi secara
geografis dan pembeli yang profesional.
Berdasarkan ciri gelatin
sebagai produk industri tersebut maka saluran distribusi yang paling
efektif adalah saluran level nol atau saluran pemasaran langsung.
Perusahaan gelatin langsung menjual produknya ke perusahaan konsumen
yang membutuhkan. Strategi ini mengharuskan perusahaan mempunyai data
yang akurat mengenai perusahaan-perusahaan yang potensial menggunakan
gelatin beserta jumlah permintaannya.
d. Strategi promosi
Konsep
promosi diambil dengan tujuan agar para calon konsumen mengenal dan
mengerti produk yang dihasilkan perusahaan (Ichsan et al., 2003).
Pembeli profesional menghabiskan waktu kehidupan profesional mereka
dengan mempelajari bagaimana melakukan pembelian yang lebih baik. Hal
ini berarti pemasar bisnis/industri harus menyediakan data teknis yang
lebih banyak tentang produk mereka serta keunggulannya atas produk
pesaing. Pemasar bisnis sekarang menempatkan produk, harga dan informasi
lain ke internet (Kotler, 2002).
Sesuai dengan gelatin sebagai
produk industri, promosi yang dilakukan difokuskan pada sarana-sarana
yang mencakup segmen yang lebih khusus seperti industri, kalangan
peneliti (laboratorium) dan toko toko kimia. Sarana–sarana tersebut
berupa situs internet, katalog industri, katalog bahan kimia, Yellow
Page untuk industri, dan pengiriman tenaga pemasar ke
perusahaan-perusahaan yang potensial menggunakan gelatin.
B. ASPEK TEKNIS TEKNOLOGIS
Kajian
aspek teknis teknologis meliputi penentuan bahan baku, lokasi
perusahaan, penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi proses dan
tata letak pabrik. Dalam melakukan kajian teknis teknologis, akurasi
kelayakan perusahaan bergantung dari akurasi masing-masing kajian.
1. Bahan Baku
Kesempurnaan
estimasi biaya didapat dengan mengidentifikasi produk yang akan
diproduksi, bahan baku dan utilitas yang diperlukan (Ulrich, 1991).
Gelatin dapat dibuat dari kulit babi, kulit sapi, tulang sapi
(Hinterwaldner, 1977), kulit split (Goossens, 2002), ikan (Rubin, 2002),
tulang dan kulit ikan cucut (Indrialaksmi, 2000), tulang ayam
(Septryansyah, 2000) dan tulang domba (Siringiringi, 2000).
Beberapa
alasan dipilihnya kulit split sebagai bahan baku gelatin dapat dilihat
dari sisi ketersediaan, harga, persentase rendemen dan kualitas gelatin
yang dihasilkan.
a. Ketersediaan bahan baku
Kulit split sering
disebut sebagai kulit sapi bahan kerupuk. Selain itu kulit split juga
sering disebut sabagai kulit limbah hasil proses pemotongan pada
penyamakan. Berdasarkan data BPS (2001), jumlah produksi kulit sapi
bahan kerupuk (kulit split) sebesar 3.657 ton pada tahun 1999. Jumlah
kulit split dapat melebihi dari angka tersebut karena jumlah kulit
limbah hasil proses pemotongan pada penyamakan ada yang tidak dimasukkan
ke dalam jumlah kulit sapi bahan kerupuk.
Jumlah kulit split
yang tersedia tersebut mencukupi kebutuhan industri gelatin. Kebutuhan
industri gelatin setiap tahunnya sebesar 1.343 ton atau sebesar 36,73 %
dari ketersedian bahan baku kulit split.
b. Harga
Harga bahan baku kulit split sisa industri penyamakan berkisar Rp. 3.000 per kg (PT Muhara, 2004).
c. Persentase rendemen
Menurut
Arthadana (2001), rendemen gelatin tipe A dari kulit sapi split
berkisar antara 26–41%. Sedangkan menurut Cristianto (2001), rendemen
gelatin tipe B dari kulit sapi split berkisar 24–59%. Sedangkan rendemen
gelatin dari kulit kering (dried hides) sebesar 50–55% (Keenan, 1994).
Rendemen gelatin dari kulit sapi split lebih rendah dibandingkan dengan
gelatin dari kulit kering (dried hides) karena kadar air dari kulit
split sekitar 61 % (Arthadana, 2001), sedangkan kadar air dried hides
sebesar 10–15 % (Keenan, 1994).
d. Kualitas gelatin
Spesifikasi
gelatin komersial yang terpenting adalah kekuatan gel (bloom) dan
kandungan logam. Kekuatan gel gelatin dari kulit sapi split yang
diproses secara sederhana sampai 308 g bloom (Arthadana, 2001).
Kandungan logam gelatin berbahan baku kulit sapi split masih sesuai
standar yang diperbolehkan, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Kandungan Logam Gelatin Berbahan Baku Kulit Split
Jenis LogamSatuanTipe ATipe BStandarCd*mg/kg-0,37< 50
Cr*mg/kg1,441,55Pb*mg/kg--Hg*mg/kg--Znmg/kg8,3118,50< 100Cumg/kg5,7620,13< 30Asmg/kg--< 2Sulfitmg/kg21,649,07< 1000
Sumber : Risnandar (2002)
2. Lokasi Perusahaan
Jenis
perusahaan industri lokasi perusahaannya umumnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor ekonomi. Faktor-faktor ekonomi tersebut meliputi dekat
dengan bahan baku, dekat dengan pasar, kedekatan dengan pemasok tenaga
kerja, kemudahan transportasi dan tersedianya utilitas seperti listrik
dan air (Sumarni dan Soeprihanto, 1993).
Lokasi pabrik gelatin telah
ditetapkan oleh calon investor yaitu pemilik saham PT. SXYZ Indonesia.
Lokasi yang telah ditetapkan tersebut berada di dalam wilayah pabrik
kulit PT. XYZ Indonesia yang telah lama berdiri di Kabupaten XYZ. Ada
beberapa keunggulan calon investor menetapkan lokasi perusahaan di
lokasi pabrik kulit tersebut. Keunggulan tersebut dapat dilihat dari
sisi perizinan, kedekatan dengan bahan baku, kedekatan dengan pasar,
kedekatan dengan pemasok tenaga kerja, kemudahan transportasi dan
tersedianya utilitas.
Dilihat dari sisi perizinan, perusahaan
hanya perlu mengurus Izin Perluasan tanpa perlu mengurus Izin Usaha
Industri (IUI). Izin Perluasan tersebut dilakukan tanpa melalui tahap
Persetujuan Prinsip karena berada dalam kawasan berikat (Deperindag,
2004).
Lokasi yang telah ada menguntungkan dari sisi bahan baku
karena lebih dari 80 % perusahaan penyamakan kulit berada di pulau Jawa
khususnya di Jawa Barat dan di Jawa Timur (Depperindag, 2004). Selain
itu, lokasi yang telah ditetapkan tersebut berada di daerah yang dekat
dengan beberapa kawasan industri.
Kabupaten XYZ disiapkan untuk
pengembangan kota orde kedua di wilayah utara Jawa Barat. Tren
pembangunan industri yang cukup pesat membuat pertumbuhan ekonomi
Kabupaten XYZ banyak dipengaruhi oleh sektor industri. Hal tersebut tak
lepas dari dampak positif pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek oleh
Departemen Pekerjaan Umum. Pemda Kabupaten XYZ menyediakan alternatif
penyediaan air baku dan kelistrikan dengan pembangunan waduk Cipunegara,
Telagaherang, Pangkalan dan Maya Bodas selain kemampuan sumberdaya
waduk Jatiluhur yang masih mencukupi. Pemanfaatan air oleh masyarakat
terhadap waduk Jatiluhur baru 6 milyar m3 dari 7 milyar m3 air yang
tersedia. Diantaranya, 80 % air dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi
pertanian yaitu sebanyak 5,3 miliar m3 dan sisanya sebesar 0,7 milyar
m3 untuk dijual secara komersial kepada PAM, PDAM serta industri. Pihak
Pemda Kabupaten XYZ telah menyiapkan lahan seluas 1.600 hektar untuk
pemukiman. Selain itu, Pemda Kabupaten XYZ juga akan menggalakkan
pembangunan rumah-rumah sewa di sekitar kawasan industri (Departemen
Pekerjaan Umum, 1997).
3. Kapasitas Produksi
Luas produksi
atau kapasitas produksi adalah jumlah atau volume produk yang seharusnya
dibuat oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu (Sumarni, 1993).
Kapasitas produksi gelatin ditetapkan berdasar informasi pasar potensial
dan pangsa pasar yang masih dapat diraih perusahaan.
Pasar
potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar
2.767.296 kg setiap tahunnya. Sedangkan berdasar kajian derajat
persaingan pasar, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,18 %
dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 7,42 % dari pangsa pasar
gelatin dunia atau 18,06 % dari pasar potensial gelatin di Indonesia
atau sebesar sekitar 500 ton per tahun.
Penentuan kapasitas
produksi selain mengacu pada hasil prakiraan potensi pasar, pangsa
pasar dan derajat persaingan pasar juga ditentukan oleh teknologi proses
dan mesin yang dipilih. Industri gelatin yang dikaji ini menggunakan
teknologi proses pembuatan gelatin dengan perendaman asam. Mesin-mesin
yang digunakan, khususnya sistem evaporasi dan sistem pengeringan,
menggunakan mesin-mesin yang telah dipakai oleh beberapa perusahaan
gelatin seperti perusahaan Kathabar System Europe dan GEA Wiegand.
Setelah melalui perhitungan neraca massa dengan mempertimbangkan
kapasitas mesin-mesin tersebut maka kapasitas produksi pabrik gelatin
ditetapkan sebesar 434.560 kg per tahun atau sebesar 1.449 kg per hari.
Karena
perusahaan gelatin ini termasuk pemain baru dalam industri gelatin,
maka untuk tahun pertama dan kedua belum bisa berproduksi secara penuh.
Pada tahun pertama, perusahaan hanya berproduksi sebesar 80 % dari
kapasitas produksi penuh. Sedangkan pada tahun kedua, perusahaan
meningkatkan produksinya menjadi 90 % dari kapasitas penuh. Untuk tahun
ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan sudah dapat berproduksi secara
penuh.
4. Teknologi Proses
Proses produksi gelatin dilakukan
secara kontinu dengan menggunakan mesin dan peralatan yang dipasang
secara berurutan dari pengolahan bahan baku sampai menjadi produk jadi.
Menurut Sumarni (1993), ada dua jenis proses produksi yaitu proses
produksi terus-menerus (continuous) dan proses produksi yang
terputus-putus (intermitten). Proses produksi kontinu ditandai dengan
aliran bahan baku yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama
sampai produk selesai dikerjakan.
Kulit split dapat dibuat menjadi
gelatin tipe A dengan proses asam dan tipe B dengan proses basa
(Risnandar, 2002). Gelatin berbahan baku kulit split dari pabrik yang
dikaji ini diproduksi dengan proses asam. Alasan dipilihnya proses asam
karena menurut Risnandar (2002), kekuatan gel gelatin tipe A dari kulit
split antara 198-304 g bloom, sedangkan menurut Cristianto (2001),
kekuatan gel gelatin tipe B dari kulit split antara 114-164 g bloom.
Proses
produksi gelatin terdiri dari pencucian kulit split, pengeringan kulit
split, pemotongan kulit split, perendaman asam, netralisasi, ekstraksi
bertahap, filtrasi, pemekatan dengan evaporator, sterilisasi,
pengeringan dan penghancuran.
Pertama kali diterima, dilakukan
analisis proximat terhadap bahan baku terutama kadar air, kadar lemak,
kadar abu dan kadar Nitrogen. Bahan baku kulit split dibersihkan
terlebih dahulu dari kotoran menggunakan air. Selanjutnya, kulit split
basah hasil pencucian dikeringkan secara alami di udara terbuka sampai
seperti kondisi semula. Kulit split tersebut lalu dipotong dengan ukuran
2-4 cm2 dan dimasukkan ke dalam tangki perendaman. Perendaman dalam
larutan HCL 1 % dilakukan selama 10-24 jam sampai pH lebih besar dari
1,5.
Kulit setelah perendaman kemudian dicuci menggunakan air
sampai pH kulit split antara 5-6. Setelah itu kulit split diekstraksi
empat tahap yaitu tahap I dengan suhu 55-65 0C, tahap II dengan suhu
65-75 0C, tahap III dengan suhu 75-85 0C dan tahap IV dengan suhu 85-95
0C dengan waktu masing-masing antara 4-9 jam.
Gelatin hasil ekstraksi
tersebut kemudian difiltrasi untuk menghilangkan partikel yang lebih
besar, koloid, bakteri dan kotoran-kotoran lain. Selanjutnya dilakukan
pemekatan dengan evaporator. Gelatin yang dihasilkan mempunyai kadar
air berkisar 30-40%. Gelatin tersebut kemudian disterilisasi dengan
suhu 140-142 0C selama 4 detik. Sterilisasi ini dilakukan untuk
mengurangi kandungan mikrobial dari gelatin. Hasil setrilisasi tersebut
didinginkan dan diekstrusi sehingga dihasilkan gelatin yang berbentuk
noodle. Gelatin dengan kadar air berkisar 30-40 % ini kemudian
dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 12 % dan dihancurkan sampai
didapatkan bentuk yang diinginkan. Alur proses pembuatan gelatin tipe A
dari kulit split dapat dilihat pada gambar 9.
Neraca massa tidak
lebih dari penghitungan aliran massa dan perubahannya di dalam
perlengkapan penampung atau pengolah massa tersebut didalam sistem
(Himmelblau, 1996). Neraca massa dibuat untuk menghitung jumlah bahan
baku, bahan pembantu dan produk akhir yang dihasilkan dalam satu kali
ukuran proses. Untuk memudahkan perhitungan neraca massa diperlukan
tabulasi aliran masuk dan keluar bahan yang dapat dilihat pada lampiran
1. Neraca massa proses produksi gelatin berbahan baku kulit split dapat
dilihat pada gambar 10.
Untuk menghitung kebutuhan energi berupa
bahan bakar, steam atau listrik kita perlu menghitung kebutuhan energi
atau neraca energi dari proses produksi yang berlangsung. Menurut
Himmelblau (1996), neraca energi berkisar dari menjawab pertanyaan
seperti “Bahan bakar apa yang paling ekonomis?”, “Apa yang dapat
diperbuat terhadap kelebihan panas yang dihasilkan?”, “Berapa banyak
steam dan pada temperatur dan tekanan berapa yang dibutuhkan untuk
menghasilkan panas pada proses?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang
berhubungan.
Pada pembuatan neraca energi diperlukan data
mengenai mesin yang digunakan, proses yang terjadi, kondisi proses
seperti suhu dan tekanan dan energi yang dikonsumsi berdasarkan lamanya
mesin tersebut beroperasi. Tabulasi perhitungan neraca energi dapat
dilihat pada lampiran 2 dan neraca energi dapat dilihat pada gambar 11.
Hasil
perhitungan neraca massa dan neraca energi digunakan untuk menghitung
analisis finansial sedangkan spesifikasi peralatan dan mesin (khususnya
ukuran dimensi) digunakan untuk menentukan luasan ruang proses produksi.
Kebutuhan bahan baku dan energi dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Kebutuhan Bahan Baku dan Energi pada Proses Produksi
NoKomponenJumlah
PenggunaanSatuanJumlah PenggunaanSatuan1Kulit
Split4,478kg/hari111,940kg/Bulan2HCl
38%175kg/hari4,375kg/Bulan3Steam536hp/hari13,402kg/Bulan4Listrik23,976kWh/hari599,390kWh/Bulan5Air35,644kg/hari891,104kg/Bulan
5. Tata letak pabrik
Tataletak
pabrik disusun berdasarkan urutan-urutan tertentu. Urutan tersebut
meliputi merancang proses produksi, merancang aliran bahan, membuat
bagan keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan kegiatan dan membuat
pengalokasian wilayah (Apple, 1990). Tipe-tipe tata letak produksi
meliputi tata letak produk atau garis, tata letak proses atau fungsional
dan tata letak posisi tetap. Tata letak produk merupakan pengaturan
fasilitas produksi secara berurutan sesuai dengan jalannya proses produk
sejak dari bahan mentah sampai dengan produk selesai diproses. Jenis
tata letak ini biasanya untuk membuat produk secara masal, terus-menerus
dan produk yang dihasilkan mempunyai standar tertentu (Sumarni, 1993).
Oleh karena itu tata letak industri gelatin termasuk tata letak produk.
Dengan
mengacu pada alur proses pembuatan gelatin, tata letak dapat dibuat
pertama kali dengan menentukan bagan keterkaitan aktivitas atau peta
keterkaitan kegiatan untuk menempatkan lokasi ruang-ruang yang berkaitan
dengan operasi produksi. Bagan keterkaitan aktivitas dapat dilihat pada
gambar 12.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan keterkaitan kegiatan diantaranya adalah sifat atau
karakteristik bangunan, tapak bangunan, fasilitas luar dan kemungkinan
perluasan (Apple, 1990). Untuk membantu menentukan kegiatan yang harus
diletakkan pada satu tempat, telah ditetapkan satu pengelompokan derajat
kedekatan dengan simbol A, E, I, U dan X dengan alasan-alasan yang
telah didefinisikan.
Selanjutnya informasi yang ada pada bagan
keterkaitan aktivitas dituangkan pada diagram keterkaitan kegiatan.
Menurut Apple (1990), tujuan dari diagram keterkaitan kegiatan adalah
menjadi dasar perencanaan keterkaitan antar pola aliran barang dan
lokasi kegiatan pelayanan dihubungkan dengan kegiatan produksi.
Keterkaitan kegiatan dapat dilihat pada gambar 13.
Langkah
selanjutnya adalah menentukan analisis kebutuhan luasan ruang yang
diperlukan. Penentuan kebutuhan luasan ruang memerlukan data mengenai
mesin dan alat produksi serta jumlah ruangan yang dibutuhkan. Salah satu
cara menentukan luasan ruangan adalah dengan menghitung perkiraan
ruangan yang dibutuhkan bagi tiap-tiap mesin dan peralatan pabrik.
Setelah
diagram keterkaitan aktivitas, diagram keterkaitan kegiatan dan
analisis kebutuhan luasan ruang dibuat, wilayah pabrik dialokasikan
dengan cara menyusun templet luasan ruangan. Beberapa hal yang
dipertimbangkan adalah jalur produksi, koordinasi tempat kerja,
kemungkinan perluasan, keluwesan letak ruangan, kebutuhan gang, jarak
antar alat dan mesin dan jarak aman antar bangunan. Menurut Apple
(1990), prosedur ini mungkin membutuhkan kompromi dan perubahan dalam
bangun wilayah atau ukurannya dan mungkin tidak memenuhi sepenuhnya
prioritas diagram keterkaitan kegiatan. Kebutuhan ruang produksi dan
pengalokasian wilayah ruang dapat dilihat pada tabel 13. Gambar alokasi
ruangan dapat dilihat pada gambar 14.
Tabel 13. Kebutuhan Ruang Produksi dan Alokasi Wilayah
Nama
RuangJml mesinLuas (m2)Alokasi WilayahPanjang (m)Lebar (m)Total
(m2)Ruang Penyimpanan Bahan baku Kulit-641.2533.7528.5961.875Penerimaan
dan Gudang Bahan lain-641.2533.7528.5961.875Tangki dan Pengolahan
Air124.0022.522.5506.25Ruang Pencucian29.0033.7522.5759.375Ruang
Pengering Kulit32107.6256.25452531.25Ruang Pemotongan
Kulit226.2733.7522.5759.375Ruang Pencampuran
HCl326.4322.522.5506.25Ruang Perendaman414.2433.7522.5759.375Ruang
Netralisasi/Pencucian244.1633.7522.5759.375Ruang
Ekstraksi8118.9456.2522.51265.625Ruang Filtrasi25.5637.537.51406.25Ruang
Evaporasi dan Sterilisasi132.0037.537.51406.25Ruang Pengeringan dan
Penghancuran212.0037.522.5843.75Ruang
Pengemasan211.0437.522.5843.75Ruang Penyimpanan
Produk-675.004522.51012.5Ruang Pengolahan
Limbah1562.5037.522.5843.75Ruang Pembangkit Tenaga1937.5037.537.51406.25
Alokasi wilayah ruang produksi jauh melebihi kebutuhan luasan
mesin dan alat sebenarnya. Hal ini karena bangunan proses produksi yang
akan dibuat diharapkan mempunyai luasan optimum untuk perkembangan. Luas
tanah yang tersedia untuk bangunan proses produksi memiliki panjang 160
m dan lebar 100 m. Alokasi area tidak dianalisis karena pabrik yang
telah ada telah mempunyai fasilitas seperti lapangan parkir, kantor,
sarana ibadah, kantin dan lainnya.
C. ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI
Menurut
Husnan dan Suwarsono (2000), aspek manajemen dalam operasi mengkaji
jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan, persyaratan yang diperlukan untuk
memegang jabatan-jabatan tertentu, dan struktur organisasi perusahaan.
1. Kebutuhan Tenaga Kerja
Penjalanan
perusahaan gelatin memerlukan tenaga kerja yang terdiri dari tenaga
kerja langsung dan tak langsung. Mesin dan peralatan pada proses
produksi memerlukan tenaga kerja langsung yang mengoperasikannya.
Sedangkan tenaga tak langsung menjalankan fungsi-fungsi yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi. Tenaga kerja langsung,
berdasarkan jabatannya, meliputi pekerja (39 orang), operator (15 orang)
dan supervisor (9 orang). Masing-masing mempunyai deskripsi tugas yang
berbeda. Tabulasi tenaga kerja langsung dapat dilihat pada tabel 14.
Tenaga
kerja tak langsung terdiri dari presiden direktur, direktur, manajer,
administratif dan keamanan. Kualifikasi tenaga kerja dan jabatan dapat
dilihat pada tabel 15.
2. Struktur Organisasi
Struktur
organisasi merujuk kepada cara dimana kegiatan-kegiatan sebuah
organisasi dibagi, diorganisasikan dan dikoordinasi (Stoner dan Freeman,
1994). Jenis organisasi terdiri dari organisasi lini, staf, lini-staf
dan fungsional. Organisasi fungsional adalah bentuk organisasi yang
susunannya berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi
tersebut. Seorang karyawan tidak hanya bertanggungjawab kepada satu
orang atasan saja. Pimpinan berwenang pada satuan-satuan organisasi
dibawahnya di dalam bidang pekerjaan tertentu. Kebaikan struktur
organisasi ini adalah kemungkinan adanya spesialiasi, mudah untuk
mengisi setiap jabatan dan memberikan pengawasan yang efektif kepada
karyawan (Sumarni, 1993).
Tabel 14. Tabulasi Tenaga Kerja Langsung
Proses
Produksi/RuangJabatanJumlahPekerjaOperatorSupervisorPencucian Kulit
Split81110Pengeringan10-111Pemotongan2114Perendaman
Asam415Netralisasi213Ekstraksi-213Filtrasi-11Evaporasi dan
sterilisasi-213Pengeringan-22Pengemasan3115Penyimpanan
produk2-2Penyimpanan bahan baku kulit 2-13Penerimaan dan gudang bahan
lain2-2Pencampuran HCl1-12Pembangkit tenaga112Pengolahan air
bersih1113Pengolahan limbah112Total3915963
Oleh karena hal di
atas, perusahaan gelatin menggunakan jenis struktur organisasi
fungsional. Struktur organisasi ini terdiri dari presiden direktur, lima
orang direktur, sepuluh orang manajer, supervisor produksi, pekerja
dan operator produksi dan administrasi, keamanan serta supir. Struktur
organisasi dapat dilihat pada lampiran 5.
Tabel 15. Jabatan dan Kualifikasi Tenaga Kerja
NoJabatanKualifikasiJumlah1Presiden
DirekturS2 Berpengalaman (min. 5 tahun)12Direktur PemasaranS2 Pemasaran
(min. 5 tahun)13Direktur TeknikS2 Teknik (min. 5 tahun)14Direktur
ProduksiS2 Kimia/Pangan (min.5 tahun )15Direktur HRDS1 Psikologi (min. 5
tahun)16Direktur KeuanganS2 Keuangan (min. 5 tahun)17Manajer
PemasaranS1 Pemasaran (min. 2 tahun)18Manajer EksporS1 Pemasaran (min. 2
tahun)19Manajer PPICS1 Teknik Industri (min. 2 tahun)110Manajer
MaintenanceS1 Teknik (min. 2 tahun)111Manajer ProduksiS1 Kimia/Pangan
(min. 2 tahun)112Manajer R & DS1 Kimia/Pangan (min. 2
tahun)113Manajer SDMS1 Psikologi/Tekn. Industri (min. 2 tahun)114Manajer
Keamanan dan KesraS1 Psikologi/Tekn. Industri (min. 2 tahun)115Manajer
KeuanganS1 Keuangan (min. 2 tahun)116Manajer PembelianS1 Tekn.
Industri/Keuangan (min. 2 Tahun)117Supervisor ProduksiS1
Kimia/Pangan918Operator ProduksiD3 Teknik, SMU/STM1519Administrasi
D3/SMU1020KeamananSekolah Menengah821SupirSekolah
Menengah422PekerjaSekolah Menengah39Total101
3. Deskripsi Tugas
Deskripsi
tugas atau struktur organisasi selalu berkaitan dengan wewenang,
delegasi dan tanggungjawab (Stoner, 1993). Ketiganya perlu untuk
memastikan seluruh pekerjaan organisasi perusahaan dapat berjalan dengan
semestinya dan bila terjadi kesalahan jelas siapa yang seharusnya
bertanggungjawab. Deskripsi tugas dan tanggungjawab dari masing-masing
jabatan perusahaan gelatin dijelaskan dibawah ini.
a. Presiden
direktur, bertugas sebagai pelaksana kebijakan yang telah digariskan
oleh pemegang saham. Presiden Direktur juga bertugas menjalin kerjasama
dengan mitra bisnis, masyarakat dan pemerintah. Selain itu, presiden
direktur bertanggungjawab terhadap keseluruhan pencapaian tujuan
perusahaan dan terhadap keseluruhan orgnisasi perusahaan.
b.
Direktur pemasaran, bertugas merencanakan strategi pemasaran dan
menetapkan target penjualan dengan mempertimbangkan faktor persaingan,
regulasi pemerintah dan keinginan konsumen. Direktur pemasaran
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penjualan dalam negri dan ekspor.
c.
Direktur teknik, bertugas mengembangkan teknik efisiensi produksi dan
menjalankan fungsi penggantian mesin dan alat yang memakan biaya besar.
Direktur teknik bertanggungjawab terhadap perencanaan produksi dan
kontrol, pemeliharaan dan penyediaan mesin dan peralatan.
d. Direktur
produksi, bertugas menetapkan target produksi tahunan dan kemungkinan
pengembangan jumlah produksi. Direktur produksi bertanggungjawab
terhadap pencapaian target produksi dan kualitas produk yang dihasilkan.
e.
Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD), bertugas merencanakan
strategi dan menetapkan target peningkatan kualitas tenaga kerja.
Direktur HRD bertanggungjawab terhadap pemenuhan tenaga kerja
berkualitas, kesejahteraan karyawan dan keamanan keseluruhan pabrik.
f.
Direktur keuangan, bertugas merencanakan strategi keuangan yang
efektif, menentukan indikator dan posisi kesehatan perusahaan dari segi
keuangan. Direktur keuangan bertanggungjawab terhadap pencatatan
keuangan perusahaan, pengontrolan pos-pos pengeluaran perusahaan
g.
Manajer pemasaran, bertugas mencapai target penjualan tahunan,
memasarkan produk, promosi dan membuka target konsumen baru pada pasar
dalam negeri.
h. Manajer ekspor, bertugas mencapai target penjualan
tahunan, memasarkan produk, promosi dan membuka target konsumen baru
pada pasar luar negeri.
i. Manajer Production Planning and Inventory
Control (PPIC), bertugas merencanakan dan mengendalikan jadwal produksi,
penyimpanan bahan baku dan produk jadi dan mencari serta menjalankan
teknik kerja yang lebih efisien.
j. Manajer maintenance, bertugas melakukan pemeliharaan dan penyediaan mesin dan peralatan.
k. Manajer produksi, bertugas menjalankan produksi harian perusahaan.
l.
Manajer Riset dan Pengembangan (R & D), bertugas mengembangkan
produk baru yang lebih berkualitas dan mengontrol kualitas produksi.
m.
Manajer sumber daya manusia (SDM), bertugas melakukan upaya peningkatan
kualitas tenaga kerja, menyeleksi dan menerima tenaga kerja baru.
n.
Manajer keamanan dan kesejahteraan, bertugas dan bertanggungjawab
terhadap keamanan keseluruhan wilayah perusahaan dan kesejahteraan
karyawan.
o. Manajer keuangan, bertugas melakukan pencatatan keuangan dan pengontrolan pos-pos pengeluaran perusahaan.
p. Manajer pembelian, bertanggungjawab melakukan pembelian bahan baku, bahan pendukung, mesin dan peralatan produksi.
q. Supervisor produksi, bertugas melakukan supervisi terhadap kinerja karyawan dan proses produksi.
r. Operator produksi, bertugas mengoperasikan mesin-mesin produksi.
s.
Administrasi, bertugas menjalankan fungsi-fungsi administrasi seperti
kesekretariatan, resepsioonis dan membantu tugas-tugas para manajer.
t. Keamanan, bertugas menjaga keamanan perusahaan.
u. Supir, bertugas mengemudikan kendaran perusahaan.
v. Pekerja, bertugas melakukan kerja-kerja manual pada proses produksi.
D. ASPEK LEGAL YURIDIS
Aspek
legal yuridis yang dikaji antara lain bentuk usaha, prosedur perizinan
dan perpajakan. Kajian aspek legal yuridis ini difokuskan hanya pada
aspek perluasan usaha karena PT. XYZ Indonesia telah berdiri dengan
usaha pengolahan leather. Perusahaan gelatin yang dibangun akan menjadi
salah satu lini produksi dari PT. XYZ Indonesia.
1. Bentuk Usaha
Bentuk
usaha dari perusahaan ini adalah Perseroan Terbatas (PT). Menurut
Simatupang (2003), Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
Ada beberapa
keuntungan maupun kerugian perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas.
Menurut Sumarni (1993), keuntungan PT. adalah adanya tanggungjawab
terbatas dari pemegang saham terhadap hutang-hutang perusahaan, mudah
mendapat tambahan modal, kelangsungan hidup PT. lebih terjamin karena
pemiliknya dapat berganti-ganti, terdapat efisiensi pengelolaan sumber
dana dan efisiensi pimpinan.
Kerugian Perseroan Terbatas, menurut
Sumarni (1993), adalah PT. merupakan subjek pajak tersendiri dan deviden
yang diterima oleh pemegang saham dikenakan pajak lagi dan kurang
terjaminnya rahasia perusahaan karena semua kegiatan perusahaan harus
dilaporkan kepada pemegang saham.
2. Prosedur Perizinan
Industri
gelatin termasuk jenis Industri Bahan Kimia dan Barang Kimia lainnya
menurut Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) dengan kode KLUI
24299. Industri gelatin juga termasuk jenis industri dalam pembinaan
Dirjen Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan yang pemberian izinnya
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Depperindag
(Depperindag, 1999).
Izin bidang industri meliputi Izin Usaha
Industri yang selanjutnya disebut IUI, Izin Perluasan dan Tanda Daftar
Industri yang selanjutnya disebut TDI. (Deperindag, 2004). Perusahaan
gelatin ini merupakan perluasan usaha dari PT. XYZ Indonesia yang
bergerak dibidang pengolahan leather. Oleh karena itu hanya izin yang
berkaitan dengan perluasan usaha yang akan dibahas. Berikut disajikan
salinan Petunjuk Mengurus Izin dan Rekomendasi Sektor Industri dan
Perdagangan, Depperindag (2004).
Setiap perusahaan industri yang
telah memiliki Izin Usaha Industri (IUI), baik yang melalui tahap
persetujuan prinsip maupun tanpa melalui persetujuan prinsip, yang
hendak melakukan perluasan industrinya wajib memperoleh Izin Perluasan.
Izin Perluasan tidak diperlukan apabila perluasan yang dilaksanakan
masih dalam lingkup jenis industri yang tercantum dalam IUI-nya,
penambahan kapasitas produksi sebesar-besarnya 30 % di atas kapasitas
produksi yang diizinkan dan jenis industrinya terbuka bagi penanaman
modal.
Perluasan lebih dari 30% dari kapasitas produksi yang
telah diizinkan dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memiliki Izin
Perluasan apabila perluasan yang dilaksanakan masih dalam lingkup jenis
industri yang tercantum dalam IUI-nya, hasil produksinya dimaksudkan
untuk pasaran ekspor, meskipun jenis industri tersebut dinyatakan
tertutup bagi penanaman modal.
Kegiatan perluasan ini wajib
diberitahukan secara tertulis selambat-lambatnya 6 bulan sejak
dimulainya produksi kepada pejabat yang mengeluarkan IUI yang telah
dimiliki perusahaan tersebut, guna disahkan melalui penerbitan Izin
Perluasan.
Dasar hukum dari Izin Perluasan ini adalah Keputusan
Menperindag nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999 dan
Keputusan Menperindag Nomor 590/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999.
IUI
PT. XYZ Indonesia adalah jenis IUI tanpa melalui Tahap Persetujuan
Prinsip sehingga syarat kelengkapan dokumen untuk Izin perluasan
usahanya adalah termasuk jenis ke dua (memiliki IUI tanpa melalui Tahap
Persetujuan Prinsip). Syarat kelengkapan dokumennya adalah mengisi
formulir model SP-III, melampirkan isian formulir model SP-IV dan SP-V,
melampirkan IUI, dan melampirkan rencana perluasan industri.
Izin
Perluasan akan dikeluarkan dalam waktu 14 hari kerja setelah
persyaratan lengkap dan benar diterima. Izin Perluasan berlaku selama
perusahaan yang bersangkutan beroperasi. Izin Perluasan, baik yang
melalui tahap persetujuan prinsip maupun tanpa melalui persetujuan
prinsip, tidak dikenakan biaya. Pejabat yang mengeluarkan Izin Perluasan
adalah sama dengan pejabat yang mengeluarkan IUI yang telah dimiliki
perusahaan yang bersangkutan.
Perusahaan industri yang akan
mendirikan pabrik baru, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5
tahun 1992, harus mengajukan izin Undang Undang gangguan (UUG/HO) dan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Kepala Daerah setempat. UUG/HO
juga diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kabupaten XYZ nomor 9 tahun
1995. Sedangkan IMB diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kabupaten
XYZ nomor 10 tahun 1995.
Persyaratan yang harus dilengkapi oleh perusahaan industri ketika memohon IMB adalah :
1. Foto kopi izin lokasi.
2. Foto kopi Kartu Tanda Penduduk.
3.
Foto kopi akte pendirian bagi perusahaan yang berbadan hukum/badan
usaha atau foto kopi anggaran dasar yang sudah disahkan bagi koperasi.
4. Surat kuasa apabila penandatanganan permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri.
5. Foto kopi sertifikat atas tanah atau bukti perolehan hak atas tanah.
6. Foto kopi tanda lunas PBB terakhir.
7.
Surat pernyataan pemohon tentang kesanggupan memenuhi persyaratan
teknis bangunan sesuai dengan pedoman teknis yang ditetapkan oleh
Menteri Pekerjaan Umum, garis sempadan koefisien dasar bangunan dan
koefisien lantai dasar bangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
8.
Foto kopi rencana tata bangunan dan prasaran kawasan industri yang
disetujui oleh Bupati Kabupaten XYZ dengan menunjukkan lokasi kapling
untuk bangunan yang bersangkutan, bagi perusahaan industri yang
berlokasi di kawasan industri.
Prosedur pembuatan IMB di Kabupaten XYZ adalah sebagai berikut :
1.
Pengajuan tertulis dari pemohon disampaikan kepada Kepala Dinas Cipta
Karya Kabupaten XYZ dilengkapi dengan persyaratan tersebut diatas.
2.
Seksi Tata Bangunan membuat gambar situasi, menetapkan nomor bangunan,
memberi tanda garis sempadan dan menetapkan bangunan. Berkas tersebut
diserahkan kepada Kasubag Tata Usaha untuk diteliti dan diparaf.
3. Penelitian berkas oleh Seksi Perijinan Bangunan bila memenuhi syarat dibuatkan konsep IMB dan besarnya retribusi.
4.
Kasubag Tata Usaha menyerahkan berkas kepada Kepala Dinas Cipta Karya
Kabupaten XYZ, dikembalikan ke bagian Tata Usaha untuk diregister dan
selanjutnya diserahkan kepada pemohon.
3. Perpajakan
Perseroan
Terbatas (PT) merupakan salah satu subjek pajak penghasilan. Penentuan
pajak penghasilan dilakukan berdasarkan Undang Undang Perpajakan nomor
17 tahun 2000. Besarnya pajak penghasilan yaitu untuk keuntungan di
bawah Rp. 50 juta maka dikenakan pajak 10 % dari pendapatan; apabila
pendapatan antara Rp. 50 juta sampai dengan 100 juta maka dikenakan
pajak 10 % dari Rp. 50 juta ditambah 15 % dikali pendapatan yang telah
dikurangi Rp. 50 juta; apabila pendapatan berada diatas Rp. 100 juta
maka dikenakan pajak sebesar 10 % dikali Rp. 50 juta ditambah 15 %
dikali Rp. 50 juta ditambah 30 % dari pendapatan yang telah dikurangi
Rp. 100 juta.
E. ASPEK LINGKUNGAN
Ada
dua hal yang dikaji dalam aspek lingkungan yaitu Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan dan potensi limbah dari industri gelatin. Menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 tahun 2001 tentang
Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, industri gelatin termasuk industri
yang wajib dilengkapi AMDAL.
1. AMDAL
Menurut Suratmo (1998),
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu analisis suatu
proyek yang meliputi pekerjaan evaluasi dan pendugaan dampak proyek dan
bangunannya, prosesnya maupun sistem dari proyek terhadap lingkungan
yang berlanjut ke lingkungan hidup manusia. Menurut Asisten Departemen
Kajian Dampak Lingkungan Departemen Lingkungan Hidup (2004), AMDAL
terdiri dari empat dokumen yaitu Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup
(ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Dokumen
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
a. KA-ANDAL
Dokumen
KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk menentukan lingkup studi dan
mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan
ANDAL. Dokumen ini dinilai di hadapan Komisi Penilai AMDAL. Setelah
disetujui isinya, kegiatan penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL barulah dapat
dilaksanakan.
b. ANDAL
Dokumen ANDAL mengkaji seluruh dampak
lingkungan hidup yang diperkirakan akan terjadi, sesuai dengan lingkup
yang telah ditetapkan dalam KA-ANDAL.
c. RKL dan RPL
Rekomendasi
pengelolaan lingkungan dan rekomendasi pemantauan lingkungan digunakan
untuk mengantisipasi dampak-dampak yang telah dievaluasi dalam dokumen
ANDAL disusun dalam dokumen RKL dan RPL.
Keempat dokumen tersebut
diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil
penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut layak secara lingkungan atau tidak, dan apakah perlu
direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Dalam penyusunan studi
AMDAL, perusahaan dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan AMDAL.
Penyusun dokumen AMDAL diharapkan telah memiliki sertifikat Penyusun
AMDAL (lulus kursus AMDAL B) dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar
minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam HYPERLINK
"http://www.menlh.go.id/publik/peraturan/kepka/kepka0900/kepka0900.html"
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 9 tahun 2000 . Berbagai pedoman
penyusunan yang lebih rinci dan spesifik menurut tipe kegiatan maupun
ekosistem yang berlaku juga diatur dalam berbagai HYPERLINK
"http://www.menlh.go.id/amdalnet/peraturan.htm" Keputusan Kepala
Bapedal .
Prosedur AMDAL di Indonesia terdiri dari proses penapisan
(screening) wajib AMDAL, proses pengumuman dan konsultasi masyarakat,
penyusunan dan penilaian KA-ANDAL, penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL,
dan RPL.
Proses penapisan atau proses seleksi wajib AMDAL yaitu
proses menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL
atau tidak. Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat didasarkan
pada HYPERLINK
"http://www.menlh.go.id/publik/peraturan/kepka/kepka0800/kepka0800.html"
Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 8 tahun 2000 . Perusahaan wajib
mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam
peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan dan kemudian
melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun
KA-ANDAL.
Setelah dokumen KA-ANDAL selesai disusun, perusahaan
dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai.
Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75
hari diluar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki atau
menyempurnakan kembali dokumennya.
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL
dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil
penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat
mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai.
Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75
hari diluar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki atau
menyempurnakan kembali dokumennya.
2. Potensi Limbah Gelatin
Salah
satu pertimbangan utama dari produksi semua jenis gelatin adalah jumlah
limbah cair yang besar dihasilkan selama proses produksi yang dapat
mengandung komponen mineral dan lemak (Hinterwaldner, 1977). Limbah
tersebut dapat menghasilkan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi.
Limbah cair dapat berupa asam atau basa tergantung dari proses
perendamannya.
F. ASPEK FINANSIAL DAN EKONOMI
Beberapa
hal yang dikaji dalam aspek finansial adalah sumber dana dan struktur
pembiayaan, jumlah biaya investasi, harga dan prakiraan penerimaan,
proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik impas, Kriteria
kelayakan investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, ROI) dan analisa
sensitivitas.
1. Asumsi
Dalam menentukan perkiraan biaya, beberapa asumsi sangat dibutuhkan. Asumsi-asumsi tersebut dijelaskan di bawah ini.
a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.
b. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 % dari nilai awal sedangkan nilai tanah tetap pada masa akhir proyek.
c.
Nilai sisa mesin dan peralatan sebesar 10 % dari nilai awal, biaya
pemeliharaan sebesar 3 % dari nilai investasi tetap dan biaya asuransi
sebesar 2 % setiap tahun dari total nilai mesin dan peralatan yang
diasuransikan.
d. Nilai depresiasi dihitung dengan metode penjumlahan angka tahun (Sum-of-Years Digits Depreciation).
e. Kapasitas produksi gelatin sebesar 1.449 kg per hari dengan kebutuhan bahan baku kulit split sebanyak 4.478 kg per hari.
f. Suku bunga yang digunakan adalah 19 % per tahun dan Debt Equity Ratio (DER) sebesar 70:30.
g.
Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal kerja
selama satu tahun dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0.
h. Sebanyak 20 % produk gelatin pada tahun diproduksi tidak terjual.
i. Harga jual naik setiap dua tahun sekali sebesar 11,5 % dan biaya operasional naik setiap tahun sekali sebesar 5,75 %.
j. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17 tahun 2000 sebesar :
- Jika pendapatan lebih kecil Rp.50.000.000,00, pajak sebesar 10 % x pendapatan
-
Jika Rp.50.000.000,00 lebih kecil pendapatan lebih kecil
Rp.100.000.000,00, pajak sebesar (10% x Rp.50.000.000,00) + (15% x
(pendapatan-Rp.50.000.000,00))
- Jika pendapatan lebih besar
Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar (10% x
Rp.50.000.000,00) + (15% x Rp.50.000.000,00) + (30% x (pendapatan –
Rp.100.000.000,00))
k. Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar
80 % dari total kapasitas, tahun kedua sebesar 90 % dari total kapasitas
dan tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh.
2. Sumber dana dan Struktur Pembiayaan
Sumber
dana pembiayaan investasi perusahaan gelatin ini terdiri dari dua
bagian yaitu dana pinjman bank dan dari modal sendiri. Jenis pinjaman
yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang diberikan untuk
mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit investasi tersebut
adalah 19 % dengan porsi pendanaan atau Debt Equity Ratio (DER) adalah
70 % dari pihak bank dan 30 % dari pihak peminjam.
Jumlah kredit
investasi yang diberikan oleh bank sebesar 70 % dari total biaya
investasi adalah sebesar Rp. 35.066.984.403,00 sedangkan biaya investasi
dari modal sendiri sebesar Rp.15.028.707.601,00. Total biaya investasi
industri gelatin sebesar Rp.50.095.692.005,00.
Pembayaran
pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan pembayaran bunga pinjaman.
Pembayaran angsuran maupun bunga pinjaman dimulai dari tahun pertama
dengan jangka waktu pembayaran selama 10 tahun. Pembayaran angsuran
dapat dilihat pada lampiran 6.
3. Biaya Investasi
Biaya
investasi adalah penggunaan dana untuk menanam modal dalam proyek baru
(Ichsan et al., 2003). Biaya investasi total terdiri dari biaya
investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun pertama. Menurut Husnan
dan Suwarsono (2000), biaya investasi tetap adalah biaya untuk aktiva
tetap yang terdiri dari aktiva tetap berwujud (tanah, bangunan, mesin
dll.) dan aktiva tetap tidak tidak berwujud (biaya pendahuluan, biaya
sebelum operasi dll.). Komposisi investasi tetap dapat dilihat pada
tabel 16. Rincian biaya investasi tetap, nilai sisa dan biaya depresiasi
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.
Tabel 16. Komposisi Biaya Investasi Tetap
No.KomponenNilai
(Rp.)Persentase
(%)1Lahan2.921.484.0007,172Bangunan7.790.625.00019,113Persiapan
(perizinan, AMDAL, paten)242.498.0000,594Pekerjaan sipil dan struktur
lain3.201.124.0007,855Mesin dan
peralatan26.605.768.00065,27Total40.761.499.112100
Modal kerja
dapat diartikan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar
(Husnan dan Suwarsono, 2000). Modal kerja dalam perencanaan industri
gelatin ini adalah biaya yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan
selama tahun pertama. Biaya operasional tersebut terdiri dari biaya
tenaga kerja, administrasi, pemasaran, depresiasi, asuransi, riset dan
pengembangan, pemeliharaan, bahan mentah, kemasan dan bahan bakar.
Komposisi modal kerja dapat dilihat pada tabel 17. Biaya tenaga kerja,
biaya bahan baku dan bahan pembantu dan tabulasi biaya operasional
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8, 9 dan 10.
Tabel 17. Komposisi Modal Kerja Industri Gelatin
No.KomponenNilai
(Rp.)Persentase (%) ABiaya Tetap 1Tenaga kerja tak
langsung1.526.400.00016,352Administrasi
508.320.0005,453Pemasaran158.132.9661,694Depresiasi3.668.367.40039,305Asuransi619.496.8486,646Riset
dan Pengembangan (R&D)158.132.9661,697Biaya
pemeliharaan1.121.707.09312,02Subtotal7.760.557.27383,14BBiaya Variabel
1Bahan mentah213.708.0002,292Bahan kemasan52.892.4200,573Bahan
baker291.835.2003,134Tenaga kerja langsung1.015.200.00010,88
Subtotal1.573.635.62016,86 Total9.334.192.893100
Persentase
biaya investasi tetap dari total biaya investasi adalah sebesar 81,37 %
yaitu sejumlah Rp.40.761.499.112,00. Persentase modal kerja dari total
biaya investasi adalah sebesar 18,63 % yaitu sebesar Rp.
9.334.192.893,00.
4. Harga dan Prakiraan Penerimaan
Harga jual
gelatin per kg, sebagaimana dijelaskan pada aspek pasar dan pemasaran,
bervariasi antara Rp.40.824,00 sampai dengan Rp.229.897,44 dengan
variasi proyeksi penjualan, bergantung kualitas gelatin. Makin
berkualitas gelatin, harga menjadi semakin tinggi.
Gelatin bloom
125 menempati porsi terbesar dalam proyeksi penjualan yaitu sebesar 36
%. Makin tinggi kualitas gelatin, proyeksi penjualan makin rendah.
Gelatin bloom 150, 200, 250 dan murni berturut-turut proyeksi
penjualannya adalah sebesar 24 %, 20 %, 13 % dan 6 %. Dengan variasi
kualitas gelatin dan proyeksi penjualan berdasarkan kualitas, proyeksi
penerimaan menjadi tidak terlalu berbeda jauh. Proyeksi pendapatan
gelatin dapat dilihat pada lampiran 11.
Pada tahun pertama,
perusahaan memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun
kedua, perusahaan memproduksi 90 % sedangkan pada tahun ketiga sampai
tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 % dari kapasitas total.
Setiap tahun, perusahaan diasumsikan hanya dapat menjual 80 % dari
gelatin yang diproduksi pada tahun itu.
5. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi
laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung dengan cara mengurangi
penerimaan dengan pengeluaran (biaya tetap dan biaya variabel) kemudian
dikurangi dengan pembayaran bunga sehingga dihasilkan laba sebelum
pajak.
Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung
dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17 tahun
2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Perhitungan proyeksi laba rugi
dapat dilihat pada lampiran 12.
6. Proyeksi Arus Kas
Menurut
Husnan dan Suwarsono (2000), aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas
operasional (operational cash flow) dan aliran kas terminal (terminal
cash flow). Aliran kas permulaan adalah aliran kas yang berhubungan
dengan pengeluaran investasi. Aliran kas operasional dapat dihitung
dengan mengurangi laba setelah pajak dan penyusutan dengan angsuran
pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari nilai sisa investasi ditambah
dengan pengembalian modal kerja.
Aliran kas dihitung dengan
mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya.
Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan pinjaman (initial cash
flow), laba bersih, depresiasi, nilai barang tidak terjual (operational
cash flow), nilai sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash
flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja
(initial cash flow) dan angsuran pinjaman (operational cash flow). Kas
bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap
tahunnya. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada lampiran 13.
7. Analisa Titik Impas
Titik
impas (Break Event Point/BEP) dipakai untuk menentukan besarnya volume
penjualan dimana perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua
biaya-biayanya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan. Analisa
titik impas tergantung pada tiga faktor yaitu harga jual produk, biaya
variabel dari biaya-biaya produksi, pemasaran dan administrasi dan biaya
tetap dari biaya-biaya produksi, pemasaran dan administrasi (Shim et
al., 1993).
Perhitungan titik impas perusahaan gelatin adalah sebagai berikut:
BEP = Biaya tetap
1- (Biaya variabel/Total penerimaan)
= Rp. 8.502.645.433,00 atau
= 90.390,48 kg gelatin
8. Kriteria Kelayakan Investasi
Beberapa
kriteria kelayakan investasi yang dipakai adalah Net Present Value
(NPV), Internal Rate of return (IRR), Net Benefit Cost (Net B/C) dan
Pay Back Period (PBP). Perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat
dilihat pada lampiran 14.
a. NPV
Metode NPV membandingkan nilai
tunai dari arus kas masuk yang akan terjadi yang diharapkan dari suatu
proyek investasi terhadap arus kas keluar yang berkaitan dengan
investasi di awal proyek tersebut (Shim et al., 1993). Apabila nilai
penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai
sekarang investasi maka proyek tersebut menguntungkan sehingga
dikatakan layak, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil
perhitungan, nilai NPV adalah sebesar Rp.11.144.140.916,00. Karena nilai
NPV lebih besar dari nol maka industri gelatin berbahan baku kulit
split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan NPV.
b. IRR
IRR
adalah tingkat suku bunga dimana nilai tunai dari arus kas yang
diharapkan dari suatu proyek investasi adalah sama dengan biaya dari
investasi proyek tersebut. IRR ditentukan dengan menetapkan NPV sama
dengan nol (Shim et al., 1993).
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai
IRR adalah sebesar 32,75 % sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan
adalah 19 %. Karena IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang
digunakan maka industri gelatin berbahan baku kulit split dinyatakan
layak berdasarkan perhitungan IRR.
c. Net B/C
Net B/C dihitung
dengan membandingkan jumlah semua NPV Bt-Ct yang bernilai positif dengan
semua NPV Bt-Ct yang bernilai negatif. Jika B/C lebih besar sama dengan
1 maka proyek layak untuk dilaksanakan (Pramudya dan Nesia, 1992).
Berdasarkan
hasil perhitungan, nilai Net B/C adalah sebesar 1,22. Karena nilai Net
B/C lebih besar dari 1 maka industri gelatin berbahan baku kulit split
dinyatakan layak berdasarkan perhitungan Net B/C.
d. PBP
PBP
didefinisikan sebagai jumlah waktu yang diharapkan suatu perusahaan
untuk dapat mengembalikan investasi awalnya (Shim et al., 1993).
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai PBP adalah sebesar 4,54 tahun.
Karena nilai PBP lebih cepat daripada umur proyek maka industri gelatin
berbahan baku kulit split dinyatakan layak berdasarkan perhitungan PBP.
9. Analisis Sensitivitas
Analisis
sensitivitas dilakukan dengan mengulang kembali perhitungan yang telah
dilakukan dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi
(Pramudya dan Nesia, 1992). Penghitungan dilakukan untuk melihat
pengaruh kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual terhadap
kriteria investasi. Ringkasan analisis sensitivitas dapat dilihat pada
tabel 18. Analisis sensitivitas secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 15, 16, 17 18, 19 dan 20.
Tabel 18. Analisis Sensitivitas Terhadap Harga Bahan Baku, Harga Jual dan Biaya Investasi Tetap
PerubahanNPV (Rp.)IRR (%)Net B/CPBP (tahun)Harga bahan baku dan bahan
pembantu naik 493 %26.217.12219,0111.00055,35Harga bahan baku dan bahan
pembantu
naik 495 %(30,362,643)18,9890.99945,35Harga jual turun 10,76
%8.495.39119,0041,00025,33Harga jual turun 10,78
%(12.202.835)18,9960,99985,33Biaya investasi naik 17,85 %6,683,769
19.0031,00015,32Biaya investasi naik 17,87 %(5,795,174)18.9980.99995,32
Berdasarkan
perhitungan, titik kritis kelayakan industri gelatin berada pada
kisaran kenaikan harga bahan baku dan bahan pembantu sebesar 493 %
sampai 495 %, penurunan harga jual sebesar 10,76 % sampai 10,85 % dan
kenaikan biaya investasi tetap sebesar 17,76 % sampai 17,87 %. Kenaikan
harga bahan baku meliputi kenaikan bahan mentah, bahan kemasan dan bahan
bakar. Kenaikan biaya investasi tetap meliputi lahan, bangunan,
persiapan (perizinan, AMDAL, paten), pekerjaan sipil dan struktur lain
dan mesin serta peralatan. Kenaikan biaya investasi tetap juga akan
mengubah nilai sisa dan nilai depresiasi setiap tahunnya.
10. Analisis Ekonomi
Beberapa
manfaat ekonomi dari pendirian industri gelatin berbahan baku kulit
split adalah pemasukan dari pajak, retribusi dan biaya ijin kepada
pemerintah dan penghematan devisa negara karena berkurangnya impor
gelatin dari luar negeri. Selain itu pendirian industri gelatin
bermanfaat dari sisi menyerap tenaga kerja, pemasukan kepada bank dengan
pembayaran bunga dan pemanfaatan bahan baku kulit split.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Potensi
pasar gelatin di Indonesia cukup besar yaitu sebesar 2.767.296 kg.
Besarnya potensi pasar ini karena hampir seluruh kebutuhan gelatin di
Indonesia dipenuhi oleh gelatin impor. Struktur pasar yang terjadi
adalah persaingan murni dalam skala internasional tetapi perusahaan
gelatin ini mempunyai keunggulan dari sisi geografis, harga, relasi dan
status kehalalan produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil
gelatin dari luar negeri.
Jika dilihat dari derajat persaingan
pasar, perusahaan dapat berproduksi dengan acuan kapasitas sekitar 0,18 %
dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 500.000 kg per tahun. Pada
level ini, perusahaan hanya akan bersaing dengan dengan
perusahaan-perusahaan gelatin internasional yang berada pada urutan
bawah. Pangsa pasar gelatin dunia yang masih terbuka sekitar 6.735.000
kg per tahun. Berdasarkan pertimbangan pangsa pasar gelatin dunia,
potensi pasar gelatin Indonesia, acuan kapasitas berdasar derajat
persaingan pasar dan teknologi proses dan mesin yang dipilih, kapasitas
produksi perusahaan ditetapkan sebesar 434.560 kg per tahun. Kapasitas
ini hanya sebesar 15,70 % dari potensi pasar di Indonesia atau 6,45 %
dari pangsa pasar gelatin dunia atau 86,91 % dari acuan kapasitas
berdasar derajat persaingan pasar gelatin dunia.
Keunggulan
gelatin yang akan diproduksi di Indonesia adalah kejelasan status
kehalalan gelatin, keamanan gelatin dari infeksi BSE atau TSE dan bahan
lain yang berbahaya. Selain itu, variasi kegunaan gelatin yang cukup
luas dalam aplikasi industri membuat gelatin yang diproduksi dapat
berasing dengan produk lain yang kegunaannya sama dengan gelatin. Harga
gelatin dan persentase kapasitasnya ditetapkan bervariasi berdasarkan
kualitas yaitu Rp.40.824,00 (36 %), Rp.45.684,00 (24 %), Rp.68.040,00
(20 %) dan Rp. 229.897,00 (6 %).
Lokasi perusahaan berbahan baku
kulit split ini adalah di Kabupaten XYZ dan bertempat di dalam areal
PT. XYZ Indonesia. Teknologi proses produksi yang dipilih adalah proses
asam (gelatin tipe A). Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan
perpaduan antara teknologi gelatin Eropa dan mesin dan peralatan buatan
dalam negeri.
Perusahaan gelatin ini membutuhkan 101 orang tenaga
kerja langsung dan tidak langsung. Berdasarkan aspek perijinan,
perpajakan serta lingkungan pendirian industri gelatin berbahan baku
kulit split layak dilaksanakan karena tidak ada masalah terhadap ketiga
aspek tersebut.
Biaya investasi proyek didapat dari modal sendiri
sebesar 30 % atau Rp.15.028.707.601,00. dan modal pinjaman dari bank
sebesar 70 % atau Rp. 35.066.984.403,00. Total keseluruhan biaya
investasi sebesar Rp.50.095.692.005,00, terdiri dari biaya investasi
tetap sebesar 81,37 % atau Rp.40.761.499.112,00 dan biaya modal kerja
sebesar 18,63 % atau sebesar Rp. 9.334.192.893,00.
Nilai
kriteria kelayakan yaitu NPV sebesar Rp.11.144.140.916,00, IRR sebesar
32,75 %, Net B/C sebesar 1,22 dan PBP selama 4,54 tahun. Nilai-nilai
tersebut menunjukkan industri gelatin berbahan baku kulit split layak
secara finansial. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa industri
gelatin berbahan baku kulit split lebih sensitif terhadap penurunan
harga jual dibandingkan kenaikan harga bahan baku dan bahan pembantu.
Industri ini masih layak pada kenaikan harga bahan baku sampai 493 %,
penurunan harga jual sampai 10,76 % dan kenaikan biaya investasi sampai
17,85 %.
B. SARAN
1. Penelitian lebih lanjut mengenai segmentasi konsumen gelatin dari kalangan industri.
2.
Analisa manajemen dan proyek yang lebih detail untuk memperkirakan
jumlah waktu dan biaya yang diperlukan untuk membangun industri gelatin
berbahan baku kulit split.
DAFTAR PUSTAKA
Antony,
W. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe A dari Kulit Sapi dalam Pembuatan Krim
Tabir Surya (Sunscreen Cream). Skripsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Terjemahan Edisi Ketiga. Penerbit ITB, Bandung.
Arthadana,
I. 2001. Kajian Proses Produksi Gelatin Tipe A Berbahan Baku Kulit Sapi
dengan Metode Perendaman Asam. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Biro Pusat Statistik. 2000. Jumlah Kulit Sapi Bahan Kerupuk. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Biro Pusat Statistik. 2003. Jumlah Impor dan Ekspor Gelatin di Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Charley, H. 1982. Food Science, 2nd ed. Jhon Wiley and Sons, New York.
Cristianto,
A. 2001. Kajian Proses Produksi Gelatin Tipe B Berbahan Baku Kulit Sapi
Hasil Samping Industri Penyamakan Kulit. Skripsi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Departemen Pekerjaan Umum. 1997. http:/www.pu.go.id.Kabupaten XYZ.htm.
Depperindag. 1999. Keputusan Menteri perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 589/MPP/Kep/10/1999.
Depperindag. 2004. Daftar Perusahaan Penyamakan Kulit di Indonesia. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.
Depperindag.
2004. Petunjuk Mengurus Izin dan Rekomendasi Sektor Industri dan
Perdagangan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.
Depperindag. 2004. Pohon Industri Gelatin. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.
Engko,
H. C. 2002. Aplikasi Minyak Adas dan Gelatin Tipe B dari Kulit Sapi
pada Formulasi Sabun Mandi Cair. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Gitosudarmo, I. 1997. Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.
Goossens, Patrick. 2002. Gelatine – Absolutely Safe and Healthy. Scientific reeport. Gelatin Manufacturing Europe (GME).
Gray,
C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L. Maspaitella dan R. O. G.
Varley. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Haryati, T. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe A Berbahan Baku
Kulit Sapi pada Produk Susu Pembersih (Cleansing Milk). Skripsi. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Himmelblau, David M. 1996. Basic Principles and Calculation in Chemical Engineering. 4th edition. Prentice-Hall, New Jersey.
Hinterwaldner,
R. 1977. Technology of Gelatin Manufacture. Di dalam Ward, A. G. dan A.
Courts (ed.). The Science and Technology of Gelatin.1977. Academic
Press, New York.
Hinterwaldner, R. 1977. Raw Material. Di dalam Ward,
A. G. dan A. Courts (ed.). The Science and Technology of Gelatin. 1977.
Academic Press, New York.
Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan Pencetakan, Yogyakarta.
Ichsan M, Kusnadi dan M. Syaifi. 2003. Studi Kelayakan Proyek Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang.
Imeson, A. 1992. Thickening and Gelling Agents. Academic Press, New York.
Indrialaksmi,
Oktarina. 2000. Pembuatan dan Karakteristrik Sifat Gelatin dari Kulit
dan Tulang Ikan Cucut. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fateta IPB, Bogor.
Inugraha. 2003. Aplikasi Gelatin Tipe A dari
Kulit Sapi sebagai Bahan Pengental (Thickening Agent) dalam Formulasi
Deodorant Roll-on. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta
IPB, Bogor.
Ismayanti. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe B Sebagai Bahan
Pengental (Thickening Agent) pada Sampo. Skripsi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Johns, P, 1977. The
Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. Di dalam Ward,
A. G. dan A. Courts (ed.). The Sicence and Technology of Gelatin.
Academic Press, New York.
Jones, N. R. 1977. Uses of Gelatin in
Edible Products. Di dalam Ward, A. G. dan A. Courts (ed.). The Sicence
and Technology of Gelatin. Academic Press, New York.
Judoamidjojo, R. M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Keenan, T.R. 1994. Gelatin. Di dalam J. Kroschwitz (ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Wiley, New York.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Milenium. Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Edisi Milenium. Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta.
Lehninger, A. L. 1993. Dasar-dasar Biokomia Jilid I. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Machfud.
1999. Diktat Bahan Pengajaran Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Mardhiah,
I. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe A dari Kulit Sapi pada Produk Hand and
Body Cream. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB,
Bogor.
Mark, E. M. dan G. F. Stewart. 1957. Advances in Food Research vol. 7. Academic Press, New York.
Max S, Peters dan Klaus D. Timmerhaus. I991. Plant design and economics for chemical engineers. 4th ed. McGraw-Hill, New York.
Meyer, L. H. 1982. Food Chemistry. AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.
Ningrum,
V. P. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe B Sebagai Bahan Pengental pada Produk
Shower Gel. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB,
Bogor.
NOSB TAP Review (National Organic Standards Board Technical Advisory Panel Review). 2002. Gelatin Processing. Washington.
Pelu,
H., S. Harwati, E. Chasanah. 1998. Ekstaksi Gelatin dari Kulit Ikan
Tuna melalui Proses Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol.
IV(2):66-74. BPTP, Jakarta.
Poppe, J. 1992. Gelatin. Di dalam A.
Imason (ed.). Thickening and Gelling Agents for Food. Blackie Academic
and Professional, London.
Pramudya, Bambang dan Nesia Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Purnomo,
E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi
Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian Republik Indonesia,
Yogyakarta.
Risnandar, Yulianto. 2002. Penentuan Kondisi
Pengeringan Terbaik Gelatin dari Kulit Sapi Menggunakan Alat Pengering
Semprot. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB,
Bogor.
Rubin. 2002. Markedsrapport Gelatin. Scientific reeport. HYPERLINK "http://www.rubin.no" www.rubin.no ., Trondheim, Norway.
Safira.
2003. Aplikasi Gelatin Tipe A Sebagai Bahan Pengental dalam Pembuatan
Skin Lotion. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB,
Bogor.
Septriansyah, Cristin. 2000. Kajian Proses Pembuatan
Gelatin dari Hasil Ikutan Tulang Ayam dalam Kondisi Asam. Skripsi.
Jurusan IPT, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Shim, Jae K., Joel G. Siegel dan Abraham J. Simon. 1993. Tool for Executives MBA. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Simatupang, R. Burton. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. PT. Asdi Mahasatya, Jakarta.
Siringoringo,
Happy. 2000. Kajian Lama Perendaman dan Konsentrasi Larutan Basa
Terhadap Karakteristik Gelatin yang Dihasilkan dari Tulang Domba.
Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Standar Nasional Indonesia. 06.3735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Stanton, W. J. 1991. Prinsip Pemasaran. Terjemahan. Erlangga, Jakarta.
Stoner, James A. F. dan R. Edward Freeman. 1994. Manajemen. Terjemahan. Jilid 1, Edisi V. Intermedia, Jakarta.
Sumarni, Murti dan John Soeprihanto. 1993. Pengantar Bisnis (Dasar Dasar Ekonomi Perusahaan). Liberty, Yogyakarta.
Suratmo, F. Gunarwan.1998. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor.
Sutojo, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek (Konsep, Teknis dan Kasus). PT. Damar Mulia Perkasa, Jakarta.
Tourtelotte,
P. 1980. Gelatin. Di dalam Mc. Graw Hill. Encyclopedia of Science ang
Technology. Mc. Graw Hill Book Co., New York.
Ward, A. G. dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, London.
Winardi. 1991. Harga dan Penetapan Harga dalam Bidang Pemasaran. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ulrich, Gael D. A Guide to Chemical Engineering Process Design and Economics. John Wiley and Sons, New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar